Voice of Human Rights dari Tebet

Aiyub Syah

Mon, 6 May 2002

RABU siang 13 Maret 2002, Elly Burhaini Faizal reporter Voice of Human Rights bertugas meliput di kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras).

RABU siang 13 Maret 2002, Elly Burhaini Faizal reporter Voice of Human Rights bertugas meliput di kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras). Suasana kantor Kontras menegangkan. Hari itu, kantor Kontras diserang sekelompok orang yang menyebut dirinya Forum Peduli Cawang Berdarah. "Berita penyerangan itu, saya kirim langsung dari kantor Kontras ke radio Mayangkara 91,45 MHz, Blitar, dan radio Bahana Metropolitan 101,95 MHz Jakarta," kata Faizal. Ia melaporkannya via telepon.

Malam hari, setelah peristiwa itu, laporan juga dikirim ke radio SBS Australia. Radio SBS, sebuah radio nasional Australia yang beralamat di 14 Herbert Street Arturmon, NSW 2064 Australia. Radio ini berdiri sejak 1975 dan mengudara dalam 68 bahasa dunia, termasuk bahasa Indonesia. Begitulah cara kerja kantor berita radio VHR.

Selain Faizal, ketika penyerangan terjadi, juga ada Nadjib Abu Yasser, news coordinator, yang ikut melaporkan peristiwa secara langsung. "Liputan kita cukup lengkap. Kami juga punya dokumen dalam bentuk gambar. Saya sempat merekam peristiwa itu dengan menggunakan handy cam," kata Nadjib.

Liputan penyerangan kantor Kontras mendapat perhatian khusus dari VHR, maklum kantor berita radio yang menggunakan logo manusia yang ingin bebas dari lilitan kawat berduri ini dipimpin Munir, pendiri dan ketua Dewan Pengurus Kontras. Munir tercatat sebagai board of director VHR.

Menurut Ori Rahman, ketua Presidium Kontras, para reporternya cukup tangguh dan berani masuk ke dalam lingkungan demonstran. "Seorang reporter VHR pernah bocor kepalanya ketika meliput peristiwa penyerangan Rumah Sakit Jakarta oleh tentara," kata Rahman. Rumah Sakit Jakarta diserang dan dirusak sepasukan tentara pada 20 Oktober 1999, mengejar sejumlah demonstran yang berlindung di rumah sakit itu.

Bahana Metropolitan bekerja sama dengan VHR. Dwijo Weliyanto, program director Bahana, mengatakan kerja sama itu meningkatkan jumlah pendengar radionya. "Siaran VHR diudarakan mulai jam tujuh pagi. Berita dikemas dalam paket Bahana Pertiwi. Siaran pagi tersebut hasil rangkuman redaksi Bahana Metropolitan. Materinya diambil dari berita live VHR yang telah disiarkan sehari sebelumnya. Setelah rangkuman berita pagi usai, tiap menit ke-45 setelah pukul 10.00 hingga 19.00 disiarkan kembali laporan live dari reporter VHR yang bertugas di lapangan," tutur Weliyanto.

Berita-berita VHR dikirim melalui perangkat automatic telfhone hybrid. Kemudian siaran dipancarkan lewat telepon ke radio penerima yang menjadi jaringan kerja sama radio. Roy Suwiryo, staf bagian produksi VHR mengatakan, metode replay berita dipakai, karena hingga sekarang radio ini belum memiliki frekuensi penyiaran sendiri. "Untuk wilayah Jakarta belum dibuka izin baru bagi radio untuk memiliki frekuensi. Namun kita tetap bersabar untuk mengurus pemilikan frekuensi," ujar Ezki Suyanto, direktur eksekutif VHR.

VHR dilahirkan oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) pada 16 Juni 1999 dan menempati rumah berlantai dua di Tebet, Jakarta. Pengelolaannya di tangan anak-anak muda, kebanyakan aktivis prodemokrasi.

"VHR, sebenarnya lebih layak disebut program radio penyebar informasi. Tak begitu sama dengan tipe radio pada umumnya. Karena media ini tak punya frekuensi tersendiri. Siarannya sangat bergantung pada mitra kerja samanya," kata Hendrik Dikson Sirait, reporter radio Jakarta News 97,4 MHz. Sirait, atau biasa dipanggil Iblis, seorang aktivis yang pernah diculik aparat keamanan setelah polisi dan tentara menyerang kantor Partai Demokrasi Indonesia, di Jalan Diponegoro, Jakarta pada 27 Juli 1996. Ia sempat diduga terbunuh dalam Peristiwa Sabtu Kelabu itu.

Awalnya VHR dipimpin Tatang Budiman. Ia ditunjuk Bambang Wijayanto, saat itu ketua YLBHI. Namun perjalanan kepengurusan Tatang tak bertahan lama.

"Saya memang yang memilih Tatang Budiman sebagai pemimpin radio. Karena ia orang radio. Dan semua persoalan yang muncul setelah peristiwa tersebut, saya tak banyak ikut campur,"tutur Wijayanto.

Sejak Desember 1999 Ezki Suyanto menjabat sebagai direktur eksekutif VHR. Sejak, 1 Januari 2002, VHR berdiri sendiri sebagai program radio berbentuk perkumpulan.

Kritik terhadap VHR adalah belum membangun jaringan yang luas dengan radio-radio di daerah. Dari segi akurasi pemberitaan, VHR berhasil menyajikan pemberitaan secara cepat dan akurat.

Dari segi semangat kerja menegakkan hak asasi manusia, kru VHR mendapat pujian dari berbagai kalangan. Santoso, direktur KBR 68H mengatakan, semangat kerja kru radio Voice of Human Rights cukup bagus. "Mereka merupakan orang-orang yang punya visi terhadap pengembangan human rights. Kerja mereka bagus untuk mendukung pendidikan hak asasi manusia. Supaya cita-cita mereka bisa dimengerti banyak orang," ujarnya.

Radio ini sekarang memiliki 15 orang karyawan, sembilan reporter dan enam staf sekretariat. Biaya liputan tiap bulan mencapai Rp 5 juta. Dana pendukung siaran berasal dari bantuan sejumlah lembaga swadaya masyarakat, simpatisan, dan sebuah lembaga donor di Eropa.*

kembali keatas

by:Aiyub Syah