Milad Aceh Merdeka Tanpa Liputan

Chik Rini

Mon, 4 February 2002

HANYA lima wartawan yang berdiri di seberang pasukan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di pedalaman Indrapuri, Aceh, pada 4 Desember lalu.

HANYA lima wartawan yang berdiri di seberang pasukan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di pedalaman Indrapuri, Aceh, pada 4 Desember lalu. Hari itu Aceh Merdeka berulang tahun –orang Aceh menyebutnya milad– memperingati deklarasi kemerdekaan Aceh oleh Hasan Muhammad di Tiro pada 4 Desember 1976.

Hanya lima orang karena tak ada upacara besar-besaran kali ini, tak seperti tahun-tahun sebelumnya. Tak ada pula undangan meliput untuk wartawan. Situasi Aceh telah berubah. Militer Indonesia tak membiarkan lagi upacara bendera GAM dan parade pasukan Angkatan Gerakan Aceh Merdeka (AGAM) –sayap militer GAM pimpinan Tengku Abdullah Syafi’i. Pasukan Indonesia akan menggempur lokasi milad. Masyarakat dan wartawan diminta tak mendekat ke sana. AGAM pun khawatir.

Dua kali perayaan milad sebelumnya, wartawan leluasa melakukan liputan. Tak ada halangan dari polisi dan tentara. Pada 4 Desember 1999, misalnya, pada era kepresidenan Abdurrahman Wahid, upacara puncak milad dibuat secara besar-besaran pertama kali di wilayah basis GAM di Jeunib, 200 kilometer dari Banda Aceh.

Hampir seratusan wartawan, termasuk wartawan asing meliput. Saat itu Aceh dan GAM jadi isu penting dalam pemberitaan media. Konflik bersenjata antara GAM dan pasukan Indonesia telah memakan korban jiwa yang tak sedikit. Gerakan kemerdekaan Aceh yang dilakukan GAM menjadi peringkat utama isu berita, bukan hanya di Indonesia tapi juga di luar negeri.

Pada 2001, perayaan serupa berlangsung di lokasi yang sama. Namun wartawan yang datang semakin berkurang. Tak tampak seorang pun wartawan asing. Hanya ada beberapa kru stasiun televisi RCTI, SCTV, Indosiar, Metro TV, dan APTN. Lainnya wartawan lokal. Kebanyakan media Jakarta memang menggantungkan diri pada koresponden mereka di Aceh. Wartawan asing dan wartawan Jakarta lebih tertarik meliput ulang tahun Papua Merdeka, 1 Desember 2001. Waktunya berdekatan.

Isu Aceh akhir-akhir ini tak lagi menjadi ranking utama dalam pemberitaan pers. Fokus media asing dan nasional di Jakarta tertuju ke Afghanistan dan Papua pascakematian ketua Dewan Presidium Papua Merdeka, Theys Eluay. GAM sendiri tak berencana membuat perayaan besar-besaran seperti tahun sebelumnya. GAM tidak mengundang wartawan.

“Promosi ulang tahun GAM kali ini kurang, sehingga wartawan asing pun tidak tertarik. Lagi pula tak ada isu besar di Aceh kali ini. Perkembangan konfliknya masih seperti dulu,” kata Enny Nuraheni dari Reuters biro Jakarta.

Setali dengan keterangan GAM. “Keadaan tidak memungkinkan seperti dulu. Wartawan-wartawan dari Jakarta seperti AFP, Reuters, Kyodo, radio BBC, menelepon saya akhir-akhir ini, apakah mereka bisa datang. Tapi saya katakan pada mereka lebih baik tak usah,” kata juru bicara GAM Sofyan Daud. GAM tak bisa memberikan jaminan keamanan.

Menurut Sofyan, tentara Indonesia siaga di titik-titik basis gerilya. GAM juga tak memastikan apakah milad bisa digelar seperti dulu. Kelompok itu melaksanakan perayaan secara sembunyi-sembunyi. Ancaman militer mempengaruhi persiapan GAM. Wartawan lokal pun akhirnya tak begitu antusias meliput milad. Selain acaranya belum pasti, berlangsung di mana, mereka juga gentar dengan rencana serangan militer. “Terlalu berisiko untuk memaksa pergi,” kata Muktarudin Yakob, koresponden SCTV.

Pasukan keamanan Indonesia melakukan penjagaan ketat di sepanjang jalur Banda Aceh-Medan. Pasukan merazia setiap kendaraan yang lewat. Mereka mencurigai tiap wartawan yang berpergian ke daerah. Sehari menjelang milad, kru TVRI Banda Aceh yang hendak meliput ke Peureulak, Aceh Timur, diperintahkan kembali ke Banda Aceh oleh tentara yang melakukan razia di Seulimum. TVRI Banda Aceh, diminta meliput milad oleh juru bicara GAM Peureulak, Ishak Daud.

TVRI memang punya perjanjian dengan GAM untuk terus meliput berita tentang GAM. Perjanjian itu merupakan “ongkos tebusan” bagi pembebasan tiga karyawan TVRI Banda Aceh yang diculik GAM tahun lalu.

Kru TVRI mencoba berangkat lagi. Mereka berhasil sampai di Lhokseumawe, setelah diperiksa sangat ketat di sepanjang jalan. Di Lhokseumawe TVRI berunding dengan wartawan-wartawan lokal. Hasilnya, keadaan tak memungkinkan untuk bisa ke markas GAM di Peureulak. Mereka pun batal berangkat. “Kami agak kecut juga. Ada peringatan keras dari tentara untuk tidak pergi ke acara milad. Selain itu suasana di jalan sepi sekali, hanya ada aparat,” kata reporter TVRI Syamsul Bahri.

Alhasil, tak ada wartawan yang meliput langsung perayaan milad, kecuali di Aceh Besar. Topan Nugraha, koresponden kantor berita radio 68H, Hotli Simanjuntak, stringer foto AFP, Yuswardi Su’ud, wartawan Kutaraja Banda Aceh, diizinkan juru bicara GAM wilayah Aceh Rayeuk, Ayah Sofyan, masuk ke basis mereka di Indrapuri.

GAM Aceh Rayeuk merupakan kelompok yang paling dekat yang bisa dijangkau dari Banda Aceh. Ketiga wartawan itu pergi ke Indrapuri yang berjarak 25 kilometer dari Banda Aceh dengan angkutan kota. Jalan masuk ke Indrapuri dijaga tentara. Ketiganya berlagak seperti orang kampung. Mereka pun lolos dan dijemput utusan Ayah Sofyan setelah menunggu di sebuah masjid. Mereka dibawa ke sebuah perkampungan nun jauh di pedalaman Indrapuri. Sepanjang jalan yang dilalui, banyak pasukan GAM berjaga dengan senjata serbu jenis AK 47, buatan Rusia.

GAM melarang wartawan mengambil gambar perkampungan itu. Tapi di sana sudah ada reporter kantor berita Jepang Jiji Press, Arie Mega Pratiwi. Tamu lainnya adalah dua pria bule yang datang untuk membuat dokumenter. Bule itu ditemani beberapa aktivis organisasi nonpemerintah dari Banda Aceh.

Pagi, 4 Desember 2001. Semuanya serba cepat, serba darurat. Lokasi upacara jauh dari perkampungan.Di tanah lapang yang penuh tumpukan kotoran sapi, yang telah mengering, berbaris sekitar dua kompi pasukan pria dan wanita AGAM berseragam loreng. Hanya ada belasan simpatisan, beberapa wartawan itu, dua orang Barat dan tiga aktivis organisiasi nonpemerintah. Upacara berlangsung setengah jam. Hanya ada keheningan dan suara monyet di hutan. Tapi bendera GAM berhasil dinaikkan diiringi suara azan. Entah kapan ketegangan ini bisa berlalu? *

kembali keatas

by:Chik Rini