Reuters, Antara, dan Lombok

Anonim (sementara)

Mon, 5 November 2001

KARENA berita setitik, rusak pariwisata Pulau Lombok. Awalnya, kantor berita Antara memuat informasi penyerangan terhadap dua turis Jerman oleh orang Lombok.

KARENA berita setitik, rusak pariwisata Pulau Lombok. Awalnya, kantor berita Antara memuat informasi penyerangan terhadap dua turis Jerman oleh orang Lombok. Berita ini memancing Dean Yates, seorang wartawan Reuters biro Jakarta, untuk mewawancarai ulang sumber Antara.

Pada 13 Oktober itu Reuters menurunkan hasil konfirmasi Yates dengan Putu Aria Tusan dari biro perjalanan Santa Lombok.

“Mereka dikira orang Amerika,” kata Tusan, seraya menambahkan dua turis itu menonton Peresean, acara tradisional untuk mengadu kekuatan dengan alat pukul dari rotan, di Lombok Timur ketika dikira orang Amerika.

Buntutnya, berita Reuters ini bergema di berbagai media internasional. Maklum, suasana anti-Amerika lagi merebak di mana-mana sesudah Amerika Serikat menyerang Afganistan pada 7 Oktober. Indonesia termasuk negara yang banyak diberitakan media internasional karena protes-protes anti-Amerika yang meledak di berbagai kota besar.

Tapi orang Amerika dipukuli, wah, ini baru berita walau pun sasarannya keliru. Reuters juga bukan kantor berita main-main. Ini salah satu kantor berita asal London dengan jaringan hampir di seluruh dunia dan produknya dipakai oleh semua media besar.

Di Lombok sendiri, Ahmad Akeang, direktur Badan Promosi Pariwisata Lombok-Sumbawa, merasa cemas. Dia tahu betapa beratnya menghadapi opini dunia bahwa Lombok tak aman ketika industri pariwisata di sana sudah megap-megap kekurangan turis.

“Berita ini tersebar di mana-mana. Ini akan menghambat lebih banyak lagi orang yang datang ke sini karena takut,” katanya.

Ahmad menegaskan informasi itu tak benar karena memang tak ada turis Jerman yang dipukul di Pulau Lombok.

Reuters dan Antara kemudian sama-sama memuat bantahan dari Ahmad pada 15 Oktober.

Apa yang sesungguhnya terjadi? Siapa yang benar siapa yang salah?

Menurut Putu Aria Tusan, dalam suatu wawancara baru-baru ini, ia tak pernah memberi pernyataan seperti yang dimuat Antara.

Dia memang bicara dalam suatu pertemuan. Kabarnya, sekali lagi, kabarnya, dia mendengar ada dua turis Jerman dipukuli. Sesudah selesai pertemuan, “Saya ditanya wartawan Antara, ‘Bener dipukul?’ Saya jawab, ‘Katanya begitu tapi ini masih perlu diklarifikasi lagi,’” kata Tusan.

"Dan pembicaraan terpotong di sana-sini karena banyak orang," lanjutnya, lagi.

Namun, wartawan Antara Bur Solihin punya penjelasan berbeda. Menurutnya, Tusan bicara itu di sebuah forum yang terbuka dan tak melarang wartawan untuk tak memuat pernyataannya. Selain wartawan, banyak pengusaha yang hadir di situ.

”Saya buat berita itu begitu selesai acara sekitar pukul 13.00. Tahu sendiri karena kantor berita, ya … dengan cepat tersebar ke mana saja. Dan kemudian saya baru tahu kalau Aria Tusan sempat menelepon ke teman wartawan Antara lainnya lewat handphone, minta kalau beritanya diperhalus. Tapi saat itu berita sudah saya kirim,“ kata Bur.

Abdul Latif Apriaman, wartawan radio Mandalika dan kantor berita radio 68H, yang juga hadir pada acara tersebut mengatakan bahwa pernyataan itu memang datang dari permintaan Tusan agar dinas kebudayaan dan pariwisata setempat memberi jaminan keamanan kepada masyarakat luas.

Tusan bercerita kalau tamunya dari Jerman dipukul dan ditendang ketika nonton Peresean karena dikira orang Amerika.

Namun, Tusan mencoba membela diri. Ia mengirim surat klarifikasi. Isinya: tamu asing yang datang ke kantornya mengadukan kaki mereka yang ditendangi. Tak ada tindak pemukulan dan pelemparan. Itu juga tak ada kaitan dengan reaksi masyarakat terhadap pemerintah Amerika. Tusan juga meralat ucapannya semula tentang kewarganegaraan kedua wisatawan tersebut dan ia mengaku hanya menduga-duga dari dialek mereka saja.

Tusan jelas bukan saksi mata. Dia hanya mendengar, kabarnya, kabarnya. Makanya, hati-hati kalau mewawancarai sumber yang bukan saksi mata, yang cuma dengar-dengar. Jurnalisme adalah urusan verifikasi. Bukan urusan dengar-dengar.*

kembali keatas

by:Anonim (sementara)