Rp 400 Milyar Buat Trans TV

Ahmad Syaroni

Sun, 1 April 2001

TEKADNYA jadi televisi terbaik di Asia Tenggara. Itulah Trans TV atau PT Televisi Transformasi Indonesia.

TEKADNYA jadi televisi terbaik di Asia Tenggara. Itulah Trans TV atau PT Televisi Transformasi Indonesia.

Mereka kini siap-siap mewujudkan ambisi itu: ya sarana, prasarana, sumber daya manusia, plus investasi sebesar Rp 400 miliar untuk tahun pertama yang sebagian dipinjam dari Para Group, pemilik Bank Mega.

Tapi kapan jadi yang terbaik? Orang nomor satu Trans TV Ishadi SK tertawa malu-malu. “Itu kan visi. Boleh kan? Visi kan jauh. Kita tidak tahu apakah 10 tahun lagi, atau 15 tahun lagi,” katanya di Yogyakarta Maret lalu.

“Insya Allah, Trans TV akan mengudara pada bulan Agustus 2001,” kata Ishadi.

Rencana itu mundur satu bulan. Nani Koespriani dari divisi human resource management Trans TV menambahkan siaran perdana juga tergantung dari datangnya alat –yang tak seluruhnya ada dalam kendali Trans TV. Jadi target mengudaranya masih tergantung.

Ishadi dan Koespriani jelas bukan lagi piknik di Yogyakarta. Atau kalau mau dibilang piknik, mereka piknik bersama sekitar 130 karyawan Trans TV yang sedang berlatih di sebuah training center Yogyakarta.

Ini bagian dari persiapan Trans TV. Sebelumnya mereka juga sudah meresmikan pemakaian gedung sembilan lantai, termasuk studio, pada November 2000 di Jakarta. Stasiun penunjangnya pun telah dipersiapkan.

Trans TV merencanakan pada tahap awal akan mengudara di tujuh kawasan dengan konsentrasi penduduk tertinggi di Jawa dan Sumatra. Menara pemancarnya ada di Jakarta, Bandung, Semarang, Medan, Surabaya dan Yogyakarta.

“Di bidang sumber daya manusia, kami sudah mulai merekrut orang. Kebijakan Trans TV adalah 75 persen tenaga baru, fresh graduate dan 25 persen tenaga berpengalaman,” kata Koespriani.

Dan 200 dari 450 orang yang direncanakan sudah diterima Trans TV.

Karyawan ini perlu dilatih lebih dulu. Menurut Koespriani, 5 Februari sampai 12 Maret 2001, 75 persen karyawan yang berusia rata-rata 25-30 tahun itu dilatih di sebuah hotel di kawasan Depok, Jakarta.

Materinya sebagian besar teori, meliputi seluruh bidang, sampai finance dan sales marketing.

“Trans TV menganut konsep competence. Jadi kami mendasarkan segala sesuatunya pada kompetensi, pada keahlian. Itu berarti keahlian orang harus cukup spesifik, di samping harus fleksibel. Dia tidak boleh bisa satu alat saja, tapi punya keterampilan lebih dari satu.”

Karenanya, pada tahap pertama saat di Jakarta, mereka mendapatkan basic training, di mana semua orang menerima semua materi. Jadi meskipun dia orang produksi, dia harus sedikit mengerti budgeting, kebijakan Trans TV seperti apa, mengerti news dan sebagainya,” papar Koespriani.

Tahap kedua. Pelatihan dilaksanakan di Yogyakarta 13 Maret sampai 16 April 2001, dengan pelatih gabungan dari Multi Media Training Center dan Trans TV. Mereka dihadapkan pada tiga bidang materi yang sepenuhnya praktek: jurnalisme, produksi dan broadcast support.

Seusai pelatihan Yogyakarta mereka segera membuat simulasi siaran dengan durasi dua sampai empat jam.

Dana yang dikeluarkan untuk pelatihan Jakarta dan Yogyakarta hampir Rp 5 milyar, meliputi uang perjalanan, penginapan, uang saku dan sebagainya.

Kenapa memilih MMTC? Menurut Ishadi SK, training center ini memiliki peralatan yang lengkap. Lembaga pendidikan tersebut punya dua studio, pemancar, kamar editing, 17 kamera dan lain-lain. Mungkin paling lengkap di Indonesia. Memang peralatannya agak ketinggalan zaman.

“Tapi, kalau untuk basic skill mereka, saya kira tidak apa-apa,” kata Koespriani.

Nani Koespriani menyebutkan, stasiun ini punya sembilan divisi lini: top skill dan marketing, production dan programming, engineering, studio facilities, news, finance accounting, human resource management, office management, dan information technology. Masing-masing sedang menyusun prosedur kerja masing-masing.

Trans TV bertekad menerapkan pola kerja yang terbuka, transparan, namun sangat keras dalam etika dan perilaku. Trans TV akan ketat dalam mengelola sumber daya dan sumber dana.

Divisi pemberitaan di bawah kendali direktur pemberitaan Riza Primadi, mantan wartawan BBC siaran Indonesia dan direktur pemberitaan SCTV.

Antara melaporkan format siaran Trans TV tak jauh berbeda dengan RCTI yang lebih mengutamakan ilmu pengetahuan, teknologi, seni budaya dan hiburan. Trans TV akan menjalin kerja sama dengan stasiun luar negeri dari Perancis dan Inggris, karena mereka juga memiliki program tentang Indonesia.

Namun, soal pemberitaan, Ishadi mengatakan Trans TV akan lebih banyak memilih pola investigative reporting dengan analisis berita yang mendalam. “Seperti Tempo-lah!” tegasnya, menyebut nama sebuah majalah Jakarta.*

kembali keatas

by:Ahmad Syaroni