Eumpang Breuh

Siti Rahmah

Tue, 8 April 2008

Serial drama komedi berformat VCD ini tengah populer di Aceh. Settingnya sangat alami. Temanya, soal percintaan dan hidup sehari-hari. Dialog dalam bahasa Aceh.

BANG Joni! Bang Joni!” teriak sejumlah ibu-ibu di pertokoan Simpang Lima, Banda Aceh. Satu per satu mereka menyalami lelaki yang dipanggil “Bang Joni” itu. Terlihat rasa senang dan bangga di wajah mereka.

Joni bukan nama asli lelaki ini. Ia lahir sebagai Abdul Hadi di Aceh Utara pada 6 Februari 1971. Sejak dua tahun lalu, Abdul jadi salah seorang pemeran serialEumpang Breuh, drama dalam format VCD yang kini tengah populer di Aceh. Ia memerankan tokoh bernama Joni di situ.

VCD perdanaEumpang Breuhberedar Agustus 2006 dan terjual 25 ribu keping. Episode kedua habis 40 ribu keping, sedang episode ketiga 70 ribu keping. Episode keempat bahkan laku sampai 100 ribu keping, disusul episode kelima yang sudah dibeli orang sebanyak 90 ribu keping. Sebentar lagi episode keenam akan diluncurkan.

Saya tak hanya bertemu dengan Abdul pada hari itu, juga dengan Suwanda. Lelaki ini asal Aceh Tamiang. Usianya 28 tahun. Ia memerankan tokoh “Bang Tompul”.

Penggemar mereka berdua tak hanya ibu-ibu, tapi juga remaja dan anak-anak. Kadangkala, anak-anak yang melihat mereka sengaja meniru salah satu dialog keduanya di serial tersebut. Mereka hanya tertawa saja.

Di sebuah kantor di Jalan Prada Utama, seorang laki-laki bertubuh tinggi, berkulit hitam, menghampiri meja kami.

Bang Joni, peu haba?” sapanya dalam bahasa Aceh, seraya tertawa. Namanya, Jamal.

Saya salah satu penggemarnya di Jakarta,” kata Jamal, sambil menyalami Abdul dan Suwanda.

Nomer limong pajan terbit (nomor lima sudah terbit)?” tanya Jamal pada Abdul.

Kaleuh (sudah),” jawab Abdul.

Kaleuh beredar?” tanya Jamal. ”Kapan keluarnya?” lanjutnya.

Sudah lama, sudah dua minggu,” sahut Abdul.

Dua minggu belum lama lah,” komentar Jamal sambil tertawa…

Di Jakarta saya edarkan di keluarga-keluarga orang Aceh di sana. Ok, thank you ya.” Jamal mengakhiri pembicaraan.

Jika dilihat dari segi namanya,Eumpang Breuhini memang membawa rezeki. Dalam Bahasa Indonesia,Eumpang Breuhberarti “karung beras”. Dari judulnya sudah bisa ditebak kalau drama ini penuh humor, berjenis komedi.

Ide pembuatanEumpang Breuhmuncul ketika Abdul dan Imran Nyak Ando atau lebih populer sebagai Bang Edo, sedang duduk-duduk santai. Mereka berdua sependapat kalau banyak serial komedi yang ada di Aceh tidak memiliki episode yang panjang. Mereka berencana membuat serial yang lebih panjang.

SebelumEumpang Breuh, di Aceh juga populer drama komedi sepertiApa LambakdanApa Lahu. Apa bedaEumpang Breuhdengan pendahulunya?Eumpang Breuhmenyangkut kehidupan sehari-hari, yang di dalamnya penuh hal lucu. Namun, dalamApa Lambak(artinya, Paman Lambak, dalam bahasa Indonesia) misalnya, drama ini menampilkan tokoh tertentu yang dibuat bodoh dan kebodohan itu yang dijadikan bahan tertawaan atau hiburan buat penonton. Akting pemerannya sengaja dibuat-buat. DiEumpang Breuhterkesan lebih alami.

Abdul dan Imran pun mencoba menggunakan gaya bicara orang Batak dalam serial ini, meski semua dialog dalam bahasa Aceh. Tujuan mereka adalah agar adegan lebih berwarna.

Orang Aceh hidupnya sudah terlalu serius, jadi dibuat serial ini pasti semua suka, karena banyak komedinya,” tutur Abdul.

Menurut Imran, setelah perdamaian terjadi di Aceh, orang merasa bebas bepergian tanpa rasa takut. Kreativitas bisa tumbuh. Akhirnya ia dan Abdul sepakat berbagi tugas. Abdul mencari pemeran laki-laki, sedang ia mencari pemeran perempuan untuk drama mereka nanti. Tujuan serial ini juga untuk menghibur orang Aceh yang hidupnya penuh ketegangan selama konflik. Ia bisa dinikmati semua kalangan. Meski ada kisah percintaan orang dewasa di dalamnya, tapi unsur komedinya yang lebih ditonjolkan. Pemilihan lokasi dilakukan di wilayah pedesaan, agar terlihat alami, sederhana, dan menggambarkan suasana hidup orang kampung yang sesungguhnya.

Eumpang Breuhpunya makna kiasan.

Siapa yang dapat mengawini Yusniar itulaheumpang breuh, dia akan dianggap orang kaya dan terhormat,” ujar Imran.

KisahEumpang Breuhberkisar di seputar upaya Bang Joni mendapatkan cinta Yusniar, tokoh perempuan desa yang berayah galak.

Haji Umar, ayah Yusniar, tak menyukai Bang Joni. Suatu kali ia terjatuh ke sebuah sumur kering dan di tengah kesialannya itu ia bernazar bahwa barangsiapa yang menyelamatkannya akan dijadikannya menantu. Tak disangka-sangka yang menolong Haji Umar justru Bang Joni, yang selama ini hubungan mereka ibarat kucing dan tikus.

Ketika diangkat dari sumur, Haji Umar dalam keadaan pingsan. Ia baru siuman di atas motor Bang Mando yang dikendarai Bang Joni. Begitu tahu Haji Umar sadar dari pingsannya, sang penolong pun kocar-kacir ketakutan. Adegan ini sungguh lucu. Tetapi setelah itu Haji Umar mendatangi rumah Bang Joni tanpa membawa parang seperti biasanya.

Improvisasi juga bukan hal tabu dilakukan oleh para pemain. Seringkali dialog antar pemain tak berpedoman pada naskah, tapi yang penting jalan cerita tak melenceng.

Bagian paling seru adalah ketika mengambil gambar. Biasanya juru kamera sering tertawa melihat adegan yang harus mereka rekam. Akibatnya, mereka harus mengulanginya lagi berkali-kali. Pemain pun harus mengulang lagi adegan itu. Capek, tapi lucu.

TapiEumpang Breuhtampaknya memang hanya membidik pasar berbahasa Aceh.

Apa ada rencana untuk menambahkan teks dalam bahasa Indonesia di setiap serialnya Bang?” tanya saya kepada Imran.

Belum ada. Takutnya lebih mudah untuk dibajak,” jawabnya.

*) Siti Rahmah adalah kontributor Pantau Aceh Feature Service di Aceh. Ia bekerja di World Bank, Banda Aceh.

kembali keatas

by:Siti Rahmah