Bendera Nasionalisme

Amalia Pulungan

Mon, 1 July 2002

NADA berdentum-dentum. Masuklah suara penyanyi Kikan, vokalis kelompok musik Coklat: Biar saja kau tak sehebat matahari/Tapi kucoba untuk menghangatkanmu/

NADA berdentum-dentum. Masuklah suara penyanyi Kikan, vokalis kelompok musik Coklat: Biar saja kau tak sehebat matahari/Tapi kucoba untuk menghangatkanmu/Biar saja kau tak seharum bunga mawar/Merah Putih teruslah kau berkibar, di ujung tiang tertinggi di Indonesiaku ini.

Inilah lagu yang akan ada dalam film Nan T. Achnas terbaru yang berjudul Bendera. Syairnya memang soal Merah Putih karya seorang remaja Yogyakarta bernama Eross gitaris kelompok musik Sheila on 7. Coklat menyusun musik dan Kikan membawakan lagunya.

Lantunan Merah Putih teruslah berkibar plus gedubrakan ini rencananya akan membawa penonton ke suasana funky (istilah anak sekarang) sekaligus mempromosikan (sekali lagi) nasionalisme, cinta tanah air, cinta Indonesia, di tengah segala keruwetan negara Asia Tenggara bentukan kolonialisme Belanda ini.

"Saya ingin menggugah penonton untuk memikirkan apa sebenarnya arti menjadi Indonesia dan menjadi warga negara Indonesia," kata Nan dalam satu wawancara lewat email.

"Identitas nasional tidak bersifat monolitik. Asumsi bahwa hanya ada bentuk nasionalisme yang tunggal, senantiasa digunakan dalam retorika seputar nasionalisme. Lebih mudah memang. Lebih aman."

"Tapi apakah ini sesuatu yang patut dipertahankan dengan perubahan cuaca sosio-politik sekarang?" katanya.

Bendera berbeda dengan Pasir Berbisik, karya Nan sebelumnya di bioskop-bioskop Indonesia. Pasir Berbisik diolah dengan pembuka serius dan musik kontemplatif.

Bendera memakai teknologi digital dan kru kecil. Pasir Berbisik memakai teknologi film dan kru banyak lengkap dengan bintang film cantik Christine Hakim. Pasir Berbisik penuh hamparan pasir dan eksotisme Gunung Bromo, warna-warni, dan semburat matahari sore. Bendera menelusuri daerah urban Manggarai, Jakarta Pusat, dengan stasiun kereta api Manggarai, yang ruwet, kusam, dan apak bau keringat, serta bantaran Kali Ciliwung yang coklat dan kotor.

Menurut Nan T. Achnas, ide membuat Bendera muncul dari porak-porandanya Jakarta 1998. Pada Mei 1998, ketika rasialisme, ketidakadilan, kemiskinan, dan kepongahan kekuasaan rezim Soeharto campur-aduk jadi satu, Nan berkeliling dengan mobil bersama dua keponakannya yang masih berumur tiga dan empat tahun.

Bayangkan apa yang direkam dua anak kecil itu dari kengerian demi kengerian? Nan sadar keduanya terlalu muda untuk jadi saksi mata tragedi negeri ini. Perbendaharaan kata mereka, sesudah jalan-jalan bertambah dengan kata "tank," "kerusuhan," "penjarahan," atau "reformasi."

Jalan-jalan itu jadi Bendera di mana ada seorang anak bernama Budi (diperankan Hafidz Khoir) dan Rosi (diperankan Nuansa Jawadwipa), yang duduk di bangku sekolah dasar dan mendapat tugas dari ibu guru menaikkan bendera pada upacara hari Senin.

Ibu guru menyuruh mereka membawa pulang dan mencuci bendera karena kotor. Saat membawa bendera itulah, petualangan demi petualangan mereka alami, mulai dari bendera yang tiba-tiba hilang diterbangkan angin, terbawa oleh tukang abu gosok …. sampai pada detik-detik akhir sang bendera dijambret oleh orang iseng yang membuat kedua anak itu terbawa kereta api jurusan Depok. Rasa putus asa dan lelah berbaur dengan kejutan. Mereka merasa harus bertanggung jawab terhadap bendera Merah Putih yang tak mungkin tergantikan begitu saja. Di akhir film kedua anak tampak bangga mengibarkan sang merah putih di sekolah mereka. Dan merah putih pun terus berkibar.

Budi dan Rosi direkrut dari Sanggar Teater. Sisanya, Nan T. Achnas melibatkan teman-temannya sendiri yang kebanyakan dari Institut Kesenian Jakarta. Sofyan de Asurza misalnya, yang jadi asisten sutradara dalam Pasir Berbisik, berperan sebagai sopir bajaj. Penata kamera oleh Yadi Sugandi, yang juga bekerja untuk Pasir Berbisik.

Untuk mendapatkan lagu Bendera, Nan datang ke Sony Music dan mengatakan keinginannya mendapatkan lagu untuk filmnya yang baru. Sony menawarkan Eross dari Sheila on 7 -salah satu kelompok musik binaan Sony Music. Eross dengan senang hati mengerjakan theme song Bendera.

Bendera adalah komitmen Nan T. Achnas terhadap kelompok I Sinema -kelompok 13 orang sutradara muda Indonesia yang memiliki komitmen menyutradarai dan memproduksi film mereka secara independen. Termasuk di dalamnya karya Riri Riza dengan Eliana eliana.

Tapi nasionalisme dalam film ini bisa memunculkan bermacam tanda tanya. Kok memilih upacara bendera Senin yang militeristis-fasis? Apa makna upacara bendera buat orang-orang Aceh? Orang Papua? Kok tak bicara soal ketidakadilan. Masyarakat reka bayang seperti yang ditulis Ben Anderson dalam bukunya Imagined Communities dan pasti dibaca Nan tidak tercermin dalam film ini. Di tengah badai pertanyaan apakah itu Indonesia, film yang diperuntukkan untuk generasi yang muda ini, ditakutkan hanya menjadi pengulangan nasionalisme gaya Orde Baru.*

kembali keatas

by:Amalia Pulungan