Malam Tak Terlupakan

Anonim (sementara)

Mon, 3 December 2001

MENJELANG malam, 6 November 2001, di kawasan Komunitas Utan Kayu, Jakarta, ada kesibukan ekstra. Malam itu menjadi malam penganugerahan "Penghargaan ISAI 2001"

MENJELANG malam, 6 November 2001, di kawasan Komunitas Utan Kayu, Jakarta, ada kesibukan ekstra. Malam itu menjadi malam penganugerahan "Penghargaan ISAI 2001" bagi media kampus dan organisasi nonpemerintah. Kesibukan itu menjadi penutup acara Penghargaan ISAI 2001, sebuah acara rutin tahunan yang diselenggarakan Institut Studi Arus Informasi (ISAI) sebagai upaya peningkatan mutu jurnalisme.

Dan ini kali keenam. Pesertanya 34 media cetak dengan rincian 13 berbentuk majalah, tujuh tabloid, delapan buletin, dan enam dari organisasi nonpemerintah. Dari jumlah itu terpilih 14 media yang berhak mengikuti program magang selama dua minggu sejak 16-30 Oktober 2001 di selusin media Jakarta. Mereka ini juga berhak terlibat menerbitkan Teropong Rakyat, tabloid yang khusus diterbitkan oleh mereka. Tabloid ini praktis memang hanya terbit setahun sekali, dicetak 500 eksemplar.

Tak berapa lama peserta, yang kebanyakan mahasiswa, dari Aceh hingga Papua, dari Denpasar hingga Ternate, berdatangan dan panitia menyilakan mereka untuk menduduki kursi di Kedai Tempo, sebuah kedai dalam komunitas ini. Tampak hadir Fikri Jufri, pemimpin umum majalah Tempo dan Oscar Matuloh dari Galeri Foto Jurnalistik Antara. Pukul 19.40 acara dimulai. Fikri Jufri, salah seorang pendiri ISAI, didaulat memberikan sambutan. Singkat saja sambutannya tapi Jufri selalu berhasil menyegarkan suasana.

Saat pengumuman pemenang penghargaan ISAI 2001 tiba. Dari pers kampus yang menempati juara pertama majalah Dianns dari Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Malang, disusul Indikator dari Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, juga dari Malang, dan Edents dari Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang. Sedangkan yang memenangi juara pertama dari pers organisasi nonpemerintah adalah Udik dari Kupang, disusul tabloid Jubi dari Jayapura, dan majalah Kalimantan Review dari Pontianak.

Kali ini Udik juga menggondol juara umum. Udik terpilih menjadi pemenang lantaran mengangkat masalah lokal dengan menerapkan liputan yang mendalam dan pemberitaan yang berimbang. Selain menerima tropi dan piagam, Udik juga mengantongi uang sejumlah Rp 5 juta.

Penghargaan ISAI 2001 memilih tiga peserta terbaik. Mereka Bambang Bider dari Kalimantan Review, Ridwan Hadji dari Dodia Tidore, dan Geg Ary Suharsini dari Akademika Universitas Udayana, Denpasar.

Tahun lalu, penghargaan ini dimenangi Balairung, majalah mahasiswa dari Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Balairung tak ikut kali ini, alasannya, sudah beberpa kali mereka menang.

Para pemenang diseleksi dari tiga edisi terakhir yang dikirim ke panitia. Jadi, penilaian didasarkan pada produk akhir.

Kalah menang tak jadi soal. Ini terpancar dari wajah-wajah peserta yang riang seriang iringan musik yang berdentang. Lagu Obladi-Oblada dilantunkan oleh pemusik jalanan asal Tanjung Priok, Jakarta Utara. Sebagian peserta mulai antre untuk makan malam. Nasi rawon komplet, kudapan, dan minuman mulai dari air putih, teh dan kopi, serta es buah. Sebagian mengucapkan selamat. Sebagian lagi berfoto bersama-sama. Oscar Matuloh, fotografer berambut sebahu yang berpenampilan gagah, jadi satu-satunya orang di luar peserta yang berkali-kali diajak nampang bareng di depan kamera.

Malam penutupan dari rangkaian penyelenggaraan Penghargaan ISAI 2001 itu layaknya tak akan usai. Perjalanan malam terus merambat. Sebagian hadirin pun beranjak pergi. Tapi tidak bagi para peserta itu yang sudah bersama-sama tinggal di Jakarta selama tiga minggu. Justru suasana semakin meriah.

Herman Yosef Darius Torne Kelen dari Udik spontan naik ke panggung menyanyikan lagu Poco-poco berduet dengan Paskalis Keagop dari Jubi. Satu persatu peserta melantai; menari Poco-poco. Usai itu dilanjutkan dengan lagu Saujojo. Tariannya yang lebih rumit dari Poco-poco membuat gerakan yang semula rapi menjadi sedikit berantakan. Kontingen Indonesia bagian timur makin dominan. Ridwan Hadji dari Dodia Tidore mengambil posisi di depan dan dengan lihai ia mengajari yang lain bergoyang Saujojo. Keletihan selama magang dan selama menerbitkan tabloid Teropong Rakyat –sebuah koran buat mereka berlatih setebal 12 halaman– terobati sudah. *

kembali keatas

by:Anonim (sementara)