Berawal dari Ngerumpi

Anonim (sementara)

Mon, 3 September 2001

SAGUNG Silawaty dan Cahyani adalah staf penyiaran TVRI Denpasar. Bersama rekan lainnya, Silawaty dan Cahyani biasa menyumpi di kantin ketika jam istirahat.

SAGUNG Silawaty dan Cahyani adalah staf penyiaran TVRI Denpasar. Bersama rekan lainnya, Silawaty dan Cahyani biasa menyumpi di kantin ketika jam istirahat. Macam-macam yang dibahas, mulai dari ihwal ringan hingga berat.

Suatu hari mereka bertemu lagi. Awalnya hanya omong-omong biasa tapi pembicaraan berubah serius saat mereka mempermasalahkan TVRI Denpasar. Pengurangan honor hingga isu korupsi mereka kupas. Hasilnya, mereka dan tujuh orang lain sepakat mencari penjelasan soal isu korupsi itu. Mereka mengumpulkan data-data penyelewengan yang terjadi.

Rabu, 2 Mei 2001, beberapa karyawan TVRI yang tergabung dalam tim sembilan mengadu ke kantor Bali Corruption Watch (BCW). Sebelumnya mereka mendatangi kantor parlemen Bali. Kepala stasiun TVRI Denpasar, Bahaudin, mereka duga melakukan korupsi seperti penggelembungan harga pada laporan pembelian peralatan, pengurangan honor pengisi acara, dan penyimpangan di produksi siaran.

Sebelumnya mereka menerima banyak keluhan dari rekan-rekannya yang lain. Mereka menganggap masalah ini adalah kebobrokan institusi yang harus dibongkar. Hanya saja belum ada yang punya keberanian melakukannya. Setelah ada laporan Tim Sembilan, barulah muncul 60 nama karyawan TVRI yang turut menandatangani pernyataan tidak setuju atas kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan Bahaudin.

Sagung Silawaty adalah ketua Tim Sembilan. Dia cukup gigih membongkar kasus ini. “Kasusnya sudah ditangani kejaksaan”, ujarnya. Kini Tim Sembilan menyusun format baru untuk TVRI Denpasar. Apalagi setelah keluar peraturan pemerintah tentang status TVRI yang resmi menjadi perusahaan jawatan. Tentu banyak pembenahan yang harus dilakukan.

Kasus korupsi itu ditangani serius oleh Bali Corruption Watch. Beberapa kecurangan telah ditemukan seperti pembelian barang-barang yang dianggap kurang penting. Juga setelah membandingkan harga yang tertera pada laporan dengan harga pasar, ternyata ditemukan penggelembungan harga pembelian barang hingga 100 persen lebih.

Kecurangan lain terdapat di bagian produksi. Terdapat 283 paket dari 1010 yang tidak direalisasikan pada tahun anggaran tersebut. Ini sama dengan hanya 28% acara yang direalisasikan. Untuk menutupi itu, diputarlah paket-paket ulangan.

Berita yang selama ini dimunculkan di media massa setempat adalah korupsi TVRI sebesar Rp 2 milyar. “Sebetulnya bukan keseluruhan dari 2 milyar, tapi yang dikorupsi adalah dari dana sebesar Rp 2 milyar tersebut”, papar ketua BCW, Putu Wirata Dwikora.

Bagian keuangan TVRI telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan. Hasilnya wajar tanpa syarat. Berarti tak ada penyimpangan sama sekali. Tapi media massa yang santer memberitakan kasus ini tak urung membuat kedua badan itu memeriksa ulang pada Juni lalu.

Indikasi penyelewengan dana terlihat pada pemotongan honor pengisi acara. Ida Bagus Anom Ranuara, sutradara drama klasik, salah seorang seniman Bali mengatakan untuk fragmen yang dimainkan selama satu jam, grupnya menerima Rp 500 ribu. Jumlah itu masih dipotong pajak. Sedangkan satu grup bisa terdiri dari 15 orang. “Saya sebagai penulis cerita dan sutradara kadang hanya menerima Rp 10 ribu. Padahal untuk mempersiapkan acara itu kita perlu waktu kurang lebih sebulan,” katanya.

Namun ia tetap melakoni pekerjaannya lantaran bisa menyampaikan misi sosial lewat setiap drama mereka. Selain itu tempatnya bekerja menjadi ajang kumpul-kumpul sesama seniman.

Namun niat baik tidak selalu berbuah baik. Belakangan mereka baru sadar bahwa selama ini ada ketidakjujuran dalam pembayaran honor. Kerja mereka tak pernah diawali dengan kontrak atau pembicaraan masalah honor. France Djasman, manajer TVRI Denpasar yang baru, mengatakan tidak ada standar honor dari TVRI pusat. Kecilnya honor yang dibayarkan karena da yang didapat dari pusat kecil.

Bahaudin sendiri menyangkal semua tuduhan yang dialamatkan kepadanya. Dia mengatakan memang sengaja menciutkan anggaran di seksi siaran. Tapi bukan mengorupsinya. Selain itu, pembelian barang-barang baru bukan termasuk dalam penyalahgunaan anggaran siaran, karena masih terkait dengan operasional siaran. Kini Bahaudin sudah pensiun. Kepala penyiaran dan kepala bagian keuangan sudah dipindahkan dari Denpasar.*

kembali keatas

by:Anonim (sementara)