Polisi Bubarkan Demo Pengungsi di BRR

Samiaji Bintang

Thu, 21 September 2006

Forum Komunikasi Antar Barak menuntut Kuntoro transfer uang Rp 5,4 triliyun ke rekening mereka dengan mengatasnamakan pengungsi. Namun, mayoritas pengungsi tak percaya pada lembaga ini.

BANDA ACEH – Ratusan warga yang berdemonstrasi di depan kantor Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh-Nias (BRR) dibubarkan paksa oleh pasukan anti huru-hara, Rabu (20/9) sore. Warga berasal dari barak-barak pengungsi di Banda Aceh, Lamno dan Aceh Besar. Mereka menagih janji pada BRR.

Semula demonstrasi berlangsung damai. Massa membaca salawat. Namun, selang beberapa menit, datang iring-iringan dua panser, empat truk berisi polisi anti huru-hara, mobil tangki, dan truk kanon air.

Setelah itu lebih dari 20 polisi bersenjata tameng serta pentungan turun dari truk, lalu membentuk barikade. Beberapa aparat berpakaian sipil atau intel langsung menerobos ke barisan massa terdepan. Bentrokan pun tak terhindari.

Seorang polisi sempat dipukuli massa . Aparat pun balik menyerang. Akibatnya, puluhan demonstran berlarian ke rumah-rumah dan pekarangan warga di sekitar tempat aksi untuk menyelamatkan diri.

“La ilaha ilallah! La ilaha ilallah! Allahu Akbar!” Massa berteriak.

Panji Utomo, Direktur Forum Komunikasi Antar Barak  atau Forak, diciduk polisi.  Beberapa orang nekat tidur di tengah jalan untuk menghalangi laju mobil polisi yang membawanya pergi.

“Kami akan tetap di sini sebelum Panji dilepaskan. Kalau mau tangkap, tangkap kami semua,” ujar Hasmaidah, terisak.

Ia pengungsi dari barak Bakoy, Lambaro, Aceh Besar. Di Bakoy ada 28 barak pengungsi korban tsunami. Tiap barak berisi 12 kamar. Ia tinggal di situ bersama suami, seorang anak, dan tiga anak almarhum kakaknya. Sebelum tsunami, Hasmaidah adalah warga Kampung Jawa, Banda Aceh.

Hasmaidah ikut menginap di halaman kantor BRR sejak Selasa malam. Ia dan pengungsi lain bertekad tidak akan beranjak dari situ sebelum tuntutan mereka dipenuhi.

Pengungsi dari barak Mata Ie, Tihawa, mengungkapkan bahwa mereka amat membutuhkan bantuan modal dan rumah. Apalagi menjelang bulan puasa.

“Kami butuh bantuan untuk bulan Ramadhan,” kata ibu beranak lima ini.

Aksi ini merupakan aksi lanjutan. Selasa sore (19/9) massa datang dari  Banda Aceh dan Aceh Besar ke kantor BRR. Mereka adalah penghuni barak di Leupung, Lhoong Raya, Samahani, Mata Ie, Peukan Bada, Lampunyang dan Tingkeum. Mereka menuntut BRR mempercepat penyaluran bantuan dana. Massa mengatasnamakan Forak.

            Panji Utomo, sang direktur, dan beberapa warga yang jadi perwakilan barak menemui Kepala BRR Kuntoro Mangkusubroto. Panji membawa rancangan ‘kesepakatan aksi damai’ dan ia meminta Kuntoro menandatanganinya saat itu juga.

Rancangan tersebut berisi  perjanjian kemitraan antara Forak dan BRR. Forak ingin jadi mitra kerja BRR untuk menyalurkan dana kepada warga korban tsunami.

Forak menuntut BRR membantu modal usaha, pembangunan dan renovasi rumah maupun ruko, insentif untuk pengurus barak, penggantian lahan pertanian, hingga pemberian uang daging atau meugang menyambut bulan puasa. Syarat dan prosedur bantuan pun ditentukan Forak.

 “Pendistribusian bantuan sosial berupa uang tunai disalurkan ke rekening Forak melalui sebuah institusi perbankan di Wilayah Nanggroe Aceh Darussalam.” Demikian isi poin 4.1 dalam rancangan itu.

Kuntoro langsung menolak mentah-mentah. Ia sangat khawatir dana tak disalurkan secara benar.

“Apabila kesepakatan yang dipaksakan untuk ditandatangani itu dipenuhi, maka BRR harus mentransfer dana melalui rekening Forak sekurang-kurangnya senilai Rp 5,4 triliun! Ini tentu akan mengancam pelaksanaan rekonstruksi dan rehabilitasi,” kata Tuanku Mirza Keumala, juru bicara BRR.

Kuntoro memberi usul lain pada Forak, seperti  percepatan pembangunan rumah, beasiswa anak yatim, dan pemberdayaan ekonomi. Bantuan akan diberikan sesuai prosedur BRR. Pelaksanaannya dua pekan setelah kesepakatan ditandatangani.

Kali ini giliran Panji menolak usul Kuntoro. Ia bahkan merobek dokumen usulan tersebut.

Lucunya, banyak penghuni dan koordinator barak yang tak tahu isi rancangan ‘kesepakatan aksi damai’ yang diajukan Panji ke BRR itu.

Lima belas koordinator barak mendukung usul BRR. Mereka menolak Forak dipimpin Panji. Tak ada tranparansi keuangan. Struktur organisasi tak jelas. Bahkan, mereka menemukan sejumlah penyelewengan yang dilakukan pengurus Forak. Mereka menganggap Forak bukan representasi dari pengurus barak. *

kembali keatas

by:Samiaji Bintang