Seperti Sebuah Perasaan Sedih

Dina Oktaviani

Mon, 2 February 2004

Sebab Film tentang Burung-burung, Agorafobia, Di Sini dan Begini Saja

SEPERTI SEBUAH PERASAAN SEDIH

kebahagiaan, kalau masih ada

barangkali cuma pergeseran dingin di antara tubuh dan subuh

; suara-suara yang tak jelas dari dalam perutmu atau udara

dunia lain yang mengunci pintu rapat-rapat

dan diam-diam menjebakmu di luar dirinya

orang-orang berjalan memasuki dirimu, seperti udara

rintihanmu seperti napas yang salah arah

dan sengaja

tetapi hujan pekat dan cinta bukanlah kawan dekat

yang bisa memaklumi kanak-kanakmu

dan menghadiahkan lebih dari sekadar kemuraman

mereka hanya kecurigaan unggas terhadap kemalangan

atau perasaan tua yang hinggap sebelum matahari dan padi-padi

ditemukan

kita berpisah entah di mana

tetapi di sebuah meja makan kau kembali sendirian

kesedihan melemparkan secarik kartu nama ke dalam barleys 1985

lalu the police, lalu times, lalu gemuruh perang dari lantai lima belas

lalu semuanya segera menjadi subuh

setelah semalaman orang-orang di dalam tubuhmu

nyaris menjelma saudara dan pacar lama

segalanya kembali berjarak, seperti kaktus

yang selalu kau sentuh dengan curiga

dan kau entah sudah di dalam kereta yang mana

dan kebahagiaan, kalau masih ada

akan membantumu menjadi lebih tidak ada

Yogyakarta, November 2003

SEBUAH FILM TENTANG BURUNG-BURUNG

saya melihatnya sekali saja

di dalam terang dan keramaian

dan itu cukup bagi kami untuk sama-sama

meragukan pernikahan

orang-orang sedang sibuk berpelukan

ketika dia bersikeras menggulung kecemasan

yang panjang seperti kabel kamera

saya mengulurkan tangan, “apa yang sudah kau rekam?”

tetapi dia sudah terlalu terjebak dalam kemurungan tanpa batas

dia terus menggulung

di kepalanya yang botak saya tiba-tiba melihat

sebuah film tentang burung-burung yang datang dan pergi

tentu saja, burung-burung tak bisa diperistri atau suami

mereka sedih dan menghibur, tetapi bukan dari spesies kita

dan pada waktunya harus keluar rumah untuk menggenapi sejarahnya

dia merasa tak nyaman lantas meminjam kerudung saya

tapi dia terkesima melihat isi kepala saya lantas lekas-lekas

mengembalikannya dengan cemas

saya memilih pulang saja

kami tak saling kenal

tak ada gunanya berlama-lama dalam ketegangan

dan tak pernah bisa saling menenangkan

saya melihatnya sekali saja, tanpa menatap mata

tetapi sampai sekarang, dia masih menggulung

surat-surat segel yang panjang dalam rekaman kamera saya

dan tak pernah bisa saya lupakan

Jakarta-Yogyakarta, Desember 2003

AGORAFOBIA

malam lebaran

aku melipat sprei-sprei yang lusuh

dan kau tak menyukai perayaan jenis ini

kau tak lagi terhibur dengan baju-baju kotor di gantungan

atau dongeng tentang tuhan dalam roman-roman asia

; semua yang tiba-tiba tampak begitu sederhana dan pribadi buatmu

tapi aku tak punya kendara menuju athena

dan telah jauh ketinggalan mode percakapan

kapal-kapal sudah lebih dulu tenggelam di kolam

tetangga, buku-buku panduan pergaulan tak terbeli

apakah kau ingin aku memasukkan kata radio, cogito

atau agorafobia ke dalam kamar kita yang cekung seperti kuburan?

anak-anak lebih setuju dengan bunga-bunga

dan berisik tokek di atap rumah

mereka bisa tidur di rahimku jika kantung matamu

tak cukup hangat untuk penderita malaria

kami, dengan segenap kemuraman yang riang

menyediakan ruang istirah yang tak pernah ditawarkan

adegan film aksi, lebih-lebih isme eksistensi

“pulanglah, papa

hujan deras, genting bocor dan kami tak bisa menangkap petir”

berhentilah menawarkan kami pada toko-toko buku

atau menggadaikan rumah untuk sejumlah perjudian pasca hastina

: kita butuh uang untuk bayar tukang dan masak rendang

Yogyakarta, November 2003

DI SINI DAN BEGINI SAJA

maaf, aku yang berada dalam tragi sejak awalnya

tak bisa membawamu ke mana-mana

: di sini dan begini saja

aku tak sedang memintamu pergi

tetapi kenyataan di luar sungguh terlampau jauh dan tak tersentuh

dan aku tak bisa menyanyikan yesterday pada musim beku

tidakkah kau bersedia menjadi lumpuh

sebelum seluruh sepatu sempat kaumasuki

aku sedang berjalan-jalan sendirian

di jalan-jalan yang tak akan pernah menghadirkan engkau

di bekas-bekas hujan yang cepat sekali mengering di kakiku

agaknya aku akan sakit lagi

burung-burung itu sudah dibiarkan pergi

ke ladang-ladang, mencuri separuh angkasa

lalu terus terbang: semua yang kukira-miliki

adalah kepunyaan orang

luka setiap saat, wujudmu sekali waktu

Jakarta, Desember 2003

kembali keatas

by:Dina Oktaviani