Industri Otot

Nurdin Basuki

Mon, 2 February 2004

AWAL Oktober 2003, suatu senja. Lima pria dan dua perempuan melakukan pemotretan di hall aerobic klub Casablanca Kelapa Gading untuk majalah Adiraga. Mereka kekar-kekar, khas atlet binaraga.

AWAL Oktober 2003, suatu senja. Lima pria dan dua perempuan melakukan pemotretan di hall aerobic klub Casablanca Kelapa Gading untuk majalah Adiraga. Mereka kekar-kekar, khas atlet binaraga.

“Posisi Bagol maju sedikit, lebih dekat ke Tina,” kata Ade Rai memberi arahan pada binaragawan Dian Bagol dan model fitnes asal Amerika Serikat, Tina. Sejurus kemudian, Ade berlari ke sudut, mengganti compact disk. Musik dengan beat tinggi seketika memukul-mukul telinga. “Oke, kita tinggal menyelesaikan beberapa frame lagi,” lanjutnya.

Giliran Tina dijepret sendirian. Tina harus melakukan adegan tendangan karate. Ade mengambil bantalan busa untuk latihan. Beberapa kali Tina mencoba menendanginya. Kurang pas. “Vic, coba bantu Tina,” ujar Ade kepada Victor Musa, fotografer Adiraga.

Lesu, Ade duduk di lantai, menunggu. Punggungnya bersandar di dinding ruang aerobik. Sisa lembaran konsep foto yang harus diselesaikan berada di pangkuannya. "Capek, Mas, lebih capek dari latihan di gym,” katanya kepada saya.

Membuat konsep dan menjadi pengarah gaya untuk isi majalah sebenarnya bukan aktivitas baru bagi Ade. Sebelumnya dia pernah membuat buku Ade Rai, Panduan Singkat Menjalankan Aktivitas Fitnes, terbitan Putra Tunggal Perkasa Semarang, tahun 2000. “Ini berbeda. Proyek buku sekali terbit. Kalau majalah kan tiap bulan mesti terbit.”

September 2003, Ade Rai mulai menerbitkan Adiraga, media yang mengupas dunia binaraga. Dia tak ingin majalahnya sekadar terbit, dan hanya dijadikan referensi atlet binaraga semata. Dia ingin publik luas memilih gaya hidup sehat dan menerimanya. Untuk itu, sejak awal Ade mendistribusikan medianya ke ruang publik yang lebih luas, mulai pusat-pusat kebugaran sampai toko-toko buku.

Musa memberi sinyal. Ade bangkit. Pemotretan kembali dilanjutkan. Di tengah area aerobik, dua model tengah bersiap di depan backdrop, berupa layar warna putih. Ini kali mereka mengenakan busana mirip jaket hujan dengan lengan yang terpotong.

Itu hari kedua Ade Rai dan kawan-kawan berada di sana. Sehari sebelumnya mereka melakukan pemotretan dengan tema “military training.” Kurniawan, model yang akrab dipanggil Black, diplonco habis di lokasi pemotretan out door. Kurniawan seorang atlet bola basket, model iklan, dan belakangan menggeluti binaraga. Bertelanjang dada, hanya mengenakan celana sport ala boxer, dia harus berpanas-panas di bawah terik matahari.

“Hitung-hitung berjemur,” katanya, seolah menghibur diri.

Berjemur biasa dilakukan atlet binaraga menjelang pertandingan untuk untuk menghilangkan air di bawah kulit agar kulit kelihatan lebih kering.

Apapun, hampir seharian mereka melakukan pemotretan.

JAKARTA, 16 Mei 1970. Ade Rai lahir dengan nama lengkap I Gusti Agung Rai Kusuma Yudha. Dia anak kedua dari empat bersaudara. Ayahnya, I. G. Rai Widjaya, dosen Universitas Atma Jaya dan Universitas Indonesia. Ibunya, Selena Susanti, ibu rumah tangga, pintar memasak.

Ade Rai dibesarkan di kompleks Hankam Slipi, Jakarta Barat. Tak sulit saya mencari rumahnya. Seorang ibu yang duduk di beranda rumah langsung menunjuk ketika saya bertanya. “Oh Ade Rai, Mas lurus saja, belok kiri, rumah di hook itu rumah Ade Rai," ujarnya seraya menyuapi anaknya.

Rumah Ade penuh dengan bunga, baik di pot maupun taman. Pepohonan di sisi halaman menjadi peneduh. Halaman terasa lebih sejuk. Di tengah teras, di sisi pintu masuk, terlihat sebuah sanggah, tempat ibadat untuk keluarga beragama Hindu ini.

"Mari masuk," kata Widjaya.

Seekor anjing kecil bernama Moly ikut menyambut. Ia menciumi kaki saya. Widjaja melarang. "Ia biasa kalau ada orang baru ingin ikut berkenalan," ujarnya tentang kelakuan anjingnya.

Ruang tamu keluarga Ade Rai sangat kental dengan nuansa olahraga. Di sisi kanan meja tamu, di atas lemari kaca, terdapat beberapa patung atlet binaraga, selain penghargaan dan piala yang didapat Ade Rai.

"Olahraga sudah menjadi tradisi keluarga kami. Sejak kecil, olahraga telah saya tanamkan pada anak-anak. Saya berusaha menjadi teladan yang baik buat mereka. Mulai dari hal-hal seperti tidak merokok, tidak minum, dan lain-lain," ujar Widjaya.

Dia tak sedang membanggakan diri. Dokumentasi foto cukup menjelaskan semuanya. Olahraga menjadi adegan dominan di album foto keluarga itu; di kolam renang, kawasan senayan, dan tempat-tempat olahraga lain di Jakarta.

Agar anak-anaknya tertarik, Widjaja sering membawakan oleh-oleh peralatan olahraga setiap kali bepergian. "Pergi ke daerah atau ke luar negeri oleh-oleh pertama saya pasti peralatan olahraga. Mulai dari sepatu olahraga, sepatu roda, celana olahraga, hingga raket."

Kecintaan pada olahraga pun tumbuh. Sejak kecil Ade sudah pintar berenang. Widjaya masih menyimpan pelampung plastik yang biasa Ade pakai untuk latihan. Tapi bakatnya yang menonjol adalah bulu tangkis.

Ade mulai berlatih bulu tangkis di usia delapan tahun di pusat pelatihan bulu tangkis milik Darius Pongoh, ayah pemain bulu tangkis Indonesia Lius Pongoh, di Jalan Jambu, Jakarta. Begitu terampil, untuk kali pertama Ade mengikuti pertandingan junior di Senayan. Dia meraih gelar juara. Kemudian banyak gelar juara dia raih, termasuk juara di Jakarta Barat pada 1985.

Bakat Ade tercium pemandu bakat dari Persatuan Bulutangkis (PB) Djarum, yang kemudian mengajaknya bergabung. Dia seangkatan dengan Ardi B. Wiranata, yang kelak menjadi pebulu tangkis nasional. Di pusat pelatihan ini Ade dituntut disiplin untuk menjadi pemain profesional. Akibatnya, pelajaran sekolahnya keteter. Suatu hari, dia berniat mundur dari bulu tangkis.

“Kalau saya bilang, ‘udah De, enggak usah mikirin sekolah, kejar kejuaraan saja,’ mungkin ceritanya akan lain. Tapi saya enggak berani juga. Dia kan juga berhak untuk memilih. Motivasinya sudah enggak ada di bulu tangkis. Dia merasa di sekolahnya sudah keteteran,” ujar Widjaja.

PB Djarum menyayangkan pengunduran diri Ade. Tan Joe Hok, pemilik pelatihan Djarum, mengatakan, "Kamu tidak berhenti dari Djarum, kamu hanya istirahat dari Djarum. Sampai nanti kalau masalah sekolah kamu sudah beres, buru-buru balik ke Djarum," ujarnya.

Tan Joe Hok menilai, Ade memiliki bakat yang bagus dan bisa diandalkan di olahraga bulu tangkis. Menurut Tan Joe Hok, postur tubuh Ade sangat ideal untuk menjadi pebulu tangkis nomor tunggal. “Berperawakan tinggi dan jangkauan tangannya panjang dan berbakat," katanya. Kini, tinggi Ade mencapai 183 cm.

Setamat Sekolah Menengah Atas, Ade belajar di Universitas Parahyangan Bandung pada 1980. Di sinilah perkenalannya dengan binaraga dimulai. Ade masuk klub School of Selfdefense Indonesia. "Tujuannya waktu itu pun bukan untuk jadi atlet, tapi sekadar olahraga. Tapi orang di gym sering mengatakan badan saya bagus mirip Kang Kodiat. ‘Ikut binaraga saja,’ kata mereka," kenang Ade, yang menyebut nama Ridwan Kodiat, mantan binaragawan nasional.

Di klub itu bergabung pula Sukardi, atlet binaraga yang sering ikut kejuaraan nasional dan SEA Games. Ada juga Tommy Hendarmin, yang pernah jadi juara nasional 1990 kelas 80 kg. Tetapi nama-nama besar itu belum menggerakkan hati Ade untuk lebih serius menjadi atlet binaraga

Di Bandung Ade hanya setahun. Dia balik ke Jakarta, karena diterima di Universitas Indonesia. Total Fitnes di kawasan Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat, menjadi tempat latihan berikutnya. "Orang tua belum tahu kalau saya sering mengunjungi gym. Saya bilang ngerjain tugas ke rumah teman atau cari alasan lain," ujar Ade.

Kejuaraan pertama yang dia ikuti bukan binaraga, tapi panco. Tak jauh dari tempatnya berlatih, di Megaria, berkumpul para pecandu panco. Kali pertama ikut, Ade langsung menang dan berhak mendapatkan televisi 20 inci.

Di kampus, olahraga Ade lain lagi. Dia dikenal pemain bola voli. Teman-temannya di kampus memanggil dia: “He Man” –karakter jagoan dalam suatu cerita fiksi. Dia dipanggil begitu karena badannya yang kekar.

JUNI 1992. Ade mengikuti kejuaraan nasional binaraga di Bali. Tak disangka, dia menyabet juara pertama di kelas 80 kg. "Saya gembira sekali,” ujarnya.

Orang tuanya tak kalah terkejut ketika Ade pulang ke rumah. Mereka masih belum tahu aktivitas binaraga Ade. Untungnya, mereka memberi dukungan penuh.

Di pertandingan berikutnya di Pekan Olahraga Nasional (PON) 1993, Ade menyabet medali perak di kelas 90 kg. Meski gagal meraih emas, banyak orang terkejut dengan prestasinya karena dia relatif belum dikenal. Dari sinilah Ade terpilih masuk pusat pelatihan nasional di Bogor untuk persiapan SEA Games 1993 di Singapura. Tetapi dia gagal dalam seleksi akhir.

Meski gagal, Ade tetap jadi perhatian orang. Ridwan Kodiat, dalam sebuah artikel di majalah Sportif Oktober 1993, mengatakan bahwa Ade memiliki potensi besar. "Posturnya sangat ideal untuk binaraga. Kalau dia fokus pada latihan, dia bakal menjadi raja di Asia dan punya potensi ke tingkat dunia."

Ade sendiri belum putus asa. Berbekal hadiah uang sebesar Rp 5 juta dari PON 1993, dia terbang ke Amerika Serikat untuk mendalami binaraga. Di sana dia tinggal di rumah temannya, Anton, suami dari artis sinetron Diah Permata Sari. "Di Indonesia sebenarnya peralatan sudah cukup memadai, hanya soal pengetahuan, termasuk teknik dan nutrisinya, yang benar-benar sulit untuk mencarinya."

Tak hanya belajar, dia juga menjajal kejuaraan. Pelbagai kemenangan dia raih, seperti juara empat kelas berat Winchester Open, Virginia; juara pertama kelas berat Ironman Naturally, Maryland; serta juara empat kelas Potomac Cup, Washington DC.

Di pengujung masa tinggalnya di Amerika Serikat, kesulitan mulai mendatanginya. Ade bahkan merasa dirinya lebih gemuk, karena tak lagi bisa membeli makanan untuk diet. Uang mulai menipis, lalu habis. Berbekal ilmu baru, dia memutuskan untuk pulang ke Indonesia. Dibawanya pula setumpuk buku dan majalah binaraga, seperti Body Building Nutrition dan Encyclopedia Modern Of Body Building.

Di Indonesia, Ade langsung mempraktikkan gaya hidup baru sebagai binaragawan. Da rajin diet untuk menghilangkan lemaknya, tak sembarangan ke luar malam, dan tak setiap hari bisa makan enak. "Awalnya ini merupakan masa yang sangat sulit. Apalagi tak ada yang mengontrol," ujarnya.

Perlahan, Ade pun terbiasa. Semangat baru lahir. Dia melihat dunia binaraga bukan sekadar olahraga, tapi juga seni dan pengetahuan. "Seninya terletak dalam membentuk tubuh. Bukan cuma mereka yang tinggi gede yang akan menang, tapi bagaimana tubuh bisa tampil berotot, indah secara proporsional, dan simetris."

Perkembangan ini mengundang decak kagum sekaligus kecurigaan. "Saya bingung melihat perkembangan otot Ade. Saya tidak tahu strategi apa yang digunakan Ade, sehingga dalam waktu delapan bulan di Amerika badannya bisa begitu bagus," tutur binaragawan Wempy.

"Sebenarnya tak ada yang dirahasiakan," ujar Ade.

Resepnya sudah kerap dilontarkan di berbagai seminar, termasuk juga rubrik tanya jawab seputar binaraga yang diasuhnya di tabloid Bola selama hampir dua tahun.

"Saya beruntung tahu sedikit lebih banyak soal binaraga ketimbang kawan-kawan, sehingga saya bisa berkembang lebih cepat. Tapi itu tidak saya simpan sebagai rahasia sendiri. Semua sudah sering disosialisasikan," ujarnya.

“Ada ungkapan, Anda adalah apa yang Anda makan. Untuk menjadi binaragawan sukses, 70 persen ditentukan asupan makanan atau diet yang benar. Selebihnya soal latihan yang benar dan istirahat yang cukup tentu saja."

Ketika tak ada pertandingan, Ade membutuhkan 5.000-6.000 kalori per hari. Sehari dia makan sampai enam kali. Makan pertama, pukul 07:00 dengan menu dua tangkup roti, selai, dan 10 butir telor rebus tanpa kuning telor. Ditambah susu nonfat 1-2 gelas, dua buah pisang, jeruk, atau nanas, tambahan multivitamin B kompleks, vitamin C, dan air putih.

Makan kedua dilakukan sekitar pukul 10:00 dengan minuman protein plus asam amino dua tablet. Suplemen juga bisa diganti dengan tempe, tahu, dan telur, tapi dimasak dengan cara direbus.

Makan siang dilakukan pukul 13:00. Menunya satu piring nasi, empat potong dada ayam, satu mangkuk sayur brokoli, dan buah pisang, nanas, atau jeruk. Dada ayam direbus tanpa bumbu, termasuk garam. Sebelumnya ayam dikuliti lebih dulu, karena kulit ayam mengandung banyak lemak.

Menu makan periode keempat, pukul 16:00, sama dengan makan kedua. Tapi di sini minuman protein bisa diganti dengan roti dan ikan tuna yang segar karena lemaknya sedikit.

Menu makan malam, pukul 20:00, sama dengan makan ketiga. Namun ada variasi. Bila menu makan siang menggunakan ayam, makan malam diganti ikan. Atau sebaliknya untuk ikan, syaratnya mesti dibuang kulitnya dan dibakar atau direbus tanpa bumbu. Dan menjelang tidur, masih perlu makanan kecil seperti buah, yogurt, dan minuman kromium, suplemen khusus untuk menekan kandungan lemak tubuh.

"Prinsipnya perhatikan dengan serius perbandingannya,” ujar Ade sambil menambahkan, pada off session, perbandingan karbohidrat, protein, dan lemak adalah 60:20:20.

"Untuk hasil optimal sebaiknya menu makanan disiapkan sendiri secara khusus. Tetapi kalaupun harus makan di luar, yang penting hindari bumbu dan goreng-gorengan."

"Dengan program makan seperti itu, waktu makan bersama istri pasti sangat mahal?" tanya saya.

"Paling makan sushimi atau kwee tiauw."

"Enggak susah juga ya. Yang penting dia tidak pakai bumbu dan garam," tutur Kenny Amelia, istri Ade Rai.

Mereka bertemu ketika sama-sama jadi anggota Total Fitnes Menteng, dan menikah pada 1999. Amelia kini menangani manajerial Klub Ade Rai.

SUATU siang, saya bertemu Ade Rai saat makan di sebuah restoran Cina di kawasan Kelapa Gading. Agaknya, pemilik restoran itu sudah tahu menu apa yang harus dikonsumsi Ade. Dua mangkuk sup ayam, sayur tomat hijau, sepiring nasi putih, dan dua botol minuman protein dihidangkan. Tapi, ini kali pemilik restoran lupa atau terlanjur memberikan garam. Akhirnya Ade hanya makan ikan dan semangkuk nasi. "Sayurnya dikasih garam," kata Ade. Bertahun-tahun dia tak makan garam. Lidahnya peka kalau merasakan ada garam di sayur.

"Seberapa besar sih pengaruh garam?"

"Besar ya. Garam akan mengikat air, sehingga membuat kulit akan terlihat lebih lembek. Untuk atlet binaraga, tentu itu persoalan, tapi kalau untuk orang biasa sih enggak apa-apa."

Pada dasarnya makan di manapun tidak apa-apa, yang penting sudah tahu tekniknya. Bersama rekan-rekannya, tak jarang Ade makan di restoran pilihan. Pemilik restoran biasanya sudah tahu kebiasaan mereka. Restoran yang biasa dikunjungi di antaranya Ayam Bakar Warung Taruna di kawasan Taman Ismail Marzuki, Pondok Murni Kelapa Gading, Sate Sambas Blok M, Ayam Gantari Bulungan, dan Pondok Sinar Laut Sunter.

Menjelang pertandingan, sekitar satu-dua bulan, kadar menu berbeda. Pada periode ini perbandingan karbohidrat, protein, dan lemak adalah 30:60:10. Total yang diserap 400 kalori per hari. Pada saat itu segala jenis buah, selai, garam dan susu harus ditinggalkan. Diet yang dilakukan lebih ketat. Susu dihilangkan untuk menekan lemak. “Tanpa kompromi,” ujar Ade.

Alhasil berat badan akan turun ke berat ideal. Tubuh lebih terbentuk, sementara fascularity juga lebih tampak. Urat-urat menjadi menonjol.

Untuk orang biasa, kebutuhan protein hariannya hanya 1:1. Maksudnya, untuk satu kilogram berat badan, dia perlu satu gram protein. Bila beratnya hanya 60 kilogram berarti dia harus mengkonsumsi 60 gram protein. Bagi seorang atlet binaraga, untuk satu kilogram berat badan memerlukan 2,2 gram protein. Kalau dia bukan atlet binaraga tapi sibuk sekali, kerja berat dan juga berolahraga, kebutuhan proteinnya juga bertambah. Ade memakai rumus 1:2.

Perlu juga diperhatikan: menimbang badan minimal seminggu sekali dan tak menambah lemak. Bila bisa mencubit daerah pinggang hingga lebih 5 centimeter, artinya kelebihan lemak. Otot tumbuh dalam kecepatan biasa, tapi lemak lebih cepat.

"Ketahui otot yang menjadi target dalam dan jenis latihan. Berapa set dan berapa repetisi yang akan dilakukan. Semua itu akan membantu kita di berada di jalur cepat dalam memproses pertumbuhan otot," ujarnya. Dengan pola diet seperti itu, Ade tak sungkan menyebut dirinya sebagai binaragawan yang natural.

"Karena saya memang melakukan semuanya secara alami, dengan usaha sendiri dengan makanan sehari-hari dan suplemen. Suplemen sendiri adalah makanan tambahan berupa vitamin dari bahan alami melalui proses kimia."

Ade Rai pantang menggunakan steroid atau obat-obatan terlarang lainnya. Meski bisa memberikan perkembangan yang pesat, tapi efek buruknya amat membahayakan: bisa membunuh karena serangan jantung atau levernya pecah.

Disiplin juga penting. Berlatih, berlatih, dan berlatih. Tak lupa menangguk banyak pengetahuan mengenai binaraga dari berbagai sumber.

"Dulu di rumah ada paviliun isinya penuh buku. Nah ketika banjir tahun 1986 semua buku basah. Tetangga pada njemur sofa, kasur, kursi eh kita njemur buku," kenang Widjaja.

Mengenal tipe tubuh merupakan hal penting sebelum melakukan latihan binaraga. Pada dasarnya tubuh bisa dikelompokkan tiga tipe. Pertama, Ectomorph. Karakteristiknya adalah pendek pada bagian atas tubuh, tangan, dan kaki panjang. Sangat sedikit menyimpan lemak, bagian dada dan bahu sempit. Secara umum orang bertipe ini tinggi dan berotot tipis. Bagi orang bertipe ini, yang penting menambah berat badan dengan makan cukup untuk melanjutkan pertumbuhan otot-ototnya. Ketika melakukan program latihan, istirahatnya sedikit lebih lama. Aktivitas seperti lari dan berenang untuk menjaga kebutuhan protein guna pertumbuhan otot, harus dihindari.

Kedua, Mesomorph. Karakteristik umumnya dada lebar, tubuh tinggi besar, struktur otot padat dan sangat kuat. Tipe ini lebih mudah dalam pembentukan otot. Latihan yang penting dilakukan adalah untuk membuat perkembangan otot menjadi lebih proporsional.

Ketiga, Endomorph. Karakteristik umumnya otot terlihat lunak, muka bundar, leher pendek, pinggul lebar, dan menyimpan banyak lemak. Hal pertama yang dilakukan, hilangkan lebih dulu kandungan lemak dalam tubuhnya. Disarankan latihan aerobik seperti bersepeda, lari, atau olahraga lain yang menghabiskan kalori. Diet ketat juga perlu untuk menyimbangkan kebutuhan protein, karbohidrat, lemak, serta vitamin.

Menurut Ade, berbeda dari atlet olahraga lain, binaraga justru bagus dimulai pada usia di atas 20 tahun sampai usia berapa saja. Di bawah 20 tahun kurang bagus, karena ada program diet. Pertumbuhan badan bisa terhambat. "Saya sendiri mulai latihan di usia 23 tahun."

Di binaraga usia 30-40 tahun justru masa keemasan. Untuk mengembangkan otot perlu waktu cukup lama. Sahabat Ade, Hendra Kurniawan, atlet binaraga Bandung, mulai di usia 37 tahun. Kurniawan, kini berusia 44 tahun, meraih juara di kejuaraan Super Body USA tahun 2000 di kelas bantam.

Pemahaman anatomi, nutrisi, dan teknik latihan yang benar membuat prestasi Ade Rai tak terbendung. Puluhan gelar juara dikoleksinya. Antara lain juara kelas berat Mr Asia di Cina dan Vietnam, juara kelas berat ringan Mr Asean di Singapura, juara kedua Musclemania, Amerika Serikat, serta semifinal kelas berat ringan Mr Universe, Guam. Di SEA Games 1997, Jakarta, Ade juga merajalela. Daftarnya bisa panjang kalau mau dijejer.

ADE Rai yakin, olahraga bisa menjadi industri prospektif. Bisa dipahami kalau sejak 2000, dia mendirikan gym Klub Ade Rai (KLAR). Kali pertama dia membukanya di Atrium Senen, kemudian menyusul Kebayoran Lama. Kini, klub itu berdiri di 10 lokasi berbeda di Jakarta dan kota lain di Indonesia, seperti Pekanbaru, Yogyakarta, Palembang, dan Legian, Bali.

Rata-rata satu gym memiliki anggota aktif 200-300 orang. Biayanya Rp 85 ribu per bulan. Selain itu ada juga yang membayar setiap kali datang. Tapi untuk atlet nasional, gratis berlatih.

"Semua itu untuk menjawab kekurangan selama ini," kata Ade. "Kebutuhan tempat latihan fitnes seperti sebuah piramida. Di Jakarta, banyak tempat bagus dan mahal; di hotel-hotel dan klub olahraga yang mewah. Sedang yang sesuai kantong, tempat berlatih bersih, fasilitas memadai, kurang. Karenanya saya mengisi kekurangan itu."

Lain Jakarta lain Bandung. Kalau Klub Ade Rai tak bisa ditemukan di Bandung, itu karena Ade menilai di Bandung lumayan banyak klub yang relatif murah dengan fasilitas memadai. Di sana justru kurang klub untuk kalangan atas. “Kita akan hadir untuk mengisi kekosongan itu.”

Maraknya kehadiran pusat-pusat kebugaran memunculkan lapangan pekerjaan. Banyak atlet aktif atau mantan atlet kemudian berprofesi sebagai instruktur fitnes. Sebagian dari mereka bahkan berani membuka gym sendiri seperti dilakukan Didit Supriyanto dengan membuka Central Gym itu.

Pelatih pribadi menjadi profesi yang diminati banyak binaragawan. Hampir di setiap gym atau pusat kebugaran bisa ditemui program berikut pelatih pribadinya. "Umumnya sistem latihan yang ditawarkan pelatih pribadi itu sistem paket. Satu paket bisa 12 kali pertemuan atau berapa kali pertemuan, tergantung kesepakatan," ujar Dani Kristianto, saat saya temui di Ermest Fitnes, kawasan Sudirman, Jakarta.

Di awal pemunculannya, Ade juga sempat menjalankan pekerjaan semacam itu. Hanya saja istilah pelatih pribadi ketika itu belum sepopuler sekarang. Yang dilatih ketika itu adalah penyanyi kondang Denada.

"Ah, waktu itu saya hanya bantu Denada ketika dia terpilih menjadi bintang Coca-Cola di Indonesia. Secara genetik Denada memiliki kecenderungan badan besar. Jadi ia harus lebih kerja keras untuk membuat badan ideal," ujarnya.

Belakangan Ade kerap memberikan pelatihan untuk para pelatih pribadi. Di antaranya dengan mengajar di Reebok University di Jakarta.

"Pelatih pribadi memang tak punya lembaga yang memberikan sertifikasi khusus. Kita sendiri yang harus banyak belajar," ujar Kristanto. "Umumnya pelatih pribadi di Jakarta sudah berpengalaman jadi atlet. Jadi mereka menguasai teknik, juga soal nutrisi."

Perkembangan gym ini mendorong Ade untuk menyelenggarakan perlombaan binaraga. Dia percaya, orang ingin menjajal kemampuannya atau hasil latihannya. Mengandalkan perlombaan dari induk organisasi, tentu saja tak cukup. Kejuaraan yang digelar Ade Rai adalah “Siswa Raga” dan “Pesta Raga.” Pesta Raga usianya lebih tua karena digelar sejak 1998. Terbukti, perlombaan itu bisa menarik penonton hingga ribuan orang.

Sejarah perlombaan binaraga di Indonesia yang diselenggarakan Ade Rai bisa terbaca dari poster di dinding salah satu bilik Klub Ade Rai di Atrium Senin. "Ini masa perlombaan pertama yang gagal, karena kerusuhan yang melumpuhkan Jakarta tahun 1998 itu. Sedianya lomba Binaraga itu diselenggarakan di Cinere, kemudian dipindah ke Taman Ismail Marjuki, Cikini," ujarnya.

KARIER binaraga Ade sempat melahirkan badai pemberitaan. Pada 2002, keluarlah sanksi Persatuan Angkat Berat dan Binaraga Indonesia (PABBSI) yang membuat Ade tak bisa tampil di kejuaraan International Federation of Body Bulding (IFBB). Alasannya, Ade bertanding di kejuaraan musclemania dan menjadi bintang iklan.

"Dengan posisinya sebagai atlet binaraga, tentu saja Ade Rai adalah elemen yang turut memasyarakatkan binaraga di Indonesia," kata Stave Tengko, mantan pengurus PABBSI yang sekarang menjadi sekretaris jenderal Federasi Binaraga Indonesia. "Tapi sebagai atlet dia tak boleh semaunya melanggar aturan, seperti tidak boleh mengikuti Musclemania dan menjadi bintang iklan."

Muslemania adalah sebuah kejuaraan binaraga tingkat dunia yang diikuti atlet binaraga yang tak menggunakan obat terlarang. Kali pertama diselenggarakan di California sekitar awal 1990 dan diprakarsai oleh Louis Zwick, orang penting dalam perusahaan American Sports Network Inc. yang berkecimpung dalam usaha program pertelevisian.

"Ah, itu karena orang yang tidak senang melihat orang lain berhasil," kata Ade Rai menanggapi skorsing yang dijatuhkan terhadap dirinya. "Saya mengikuti kejuaraan Musclemania itu sejak 1995. Saya juga telah menjadi bintang iklan sejak lama, kenapa kemudian skorsing itu dijatuhkan pada 2002. Jelas ada yang ganjil di situ."

Igantius Sunito, watawan tabloid Bola, menulis di kolomnya Agustus 2003 bahwa kekisruhan di PABBSI sudah seperti tradisi. Kalau mengikuti sejarah PABBSI sejak 1970, sepertinya asal keributan itu punya benang merah yang sama: rezeki yang kurang merata.

Lihat saja, ketika PABBSI bisa mengumpulkan dana dari malam amal yang dihadiri Megawati Soekarnoputri, waktu itu masih wakil presiden, hasil dan penggunaannya sampai sekarang tidak jelas.

Kini, setelah terjadi kericuhan dalam PABBSI, sekelompok orang yang mengaku mewakili binaraga Indonesia menyatakan keluar dari PABBSI dan mendirikan Federasi Binaraga Indonesia, yang juga berafiliasi kepada IFBB.

"Untuk mengikuti kejuaraan tak perlu takut. Kalau misalnya tak boleh bertanding di bawah organisasi IFBB, masih banyak kejuaraan lain yang tak kalah bergengsi. Dan mereka tak perlu melarang atletnya untuk menjadi bintang iklan," ujar Ade.

"Di PABBSI, dari pengalaman yang sudah-sudah, atlet hanya akan diperhatikan saat ada kejuaraan. Sesudah atau sebelum itu biasanya tidak diperhatikan," ujar atlet Didit Suprianto.

Binaragawan Wempy Wungaujuga mengatakan hal yang sama. "Sampai usia saya 42 tahun sekarang, saya merasakan perhatian PABBSI kurang. Dari kejuaraan, yang saya dapat, Rp 25 juta untuk SEA Games 1997, hanya berupa asuransi. Artinya, saya tak dapat apa-apa, kecuali saya meninggal. Yang dapat nanti ahli waris saya. Terbaru, saya dapat Rp 50 juta di Asian Games, saya pakai buat bikin rumah, tapi juga belum selesai, sekarang berhenti."

"Untuk pergi berlatih pun saya naik bajaj. Saya berharap persoalan induk organisasi itu cepat selesai dan atlet bisa konsentrasi berlatih," kata Wempy. "Saya tak ada kerja lain, hanya jadi atlet saja, Mas."

"Kita memang tak bisa mengandalkan induk organisasi," kata Ade. "Kita harus mandiri dan sadar bahwa olahragawan atau binaragawan itu memiliki peran yang sangat banyak. Olahragawan bisa berprofesi menjadi penjual, penghibur, entrepreneur, segalanya. Binaraga bukan sekadar kompetisi."

Ade bersyukur tak sedikit rekannya yang mulai memiliki pikiran terbuka. Sanksi pun tak membuat mereka meradang. Beberapa atlet muda juga tak sedikit mengikuti jejaknya dengan terjun di kejuaraan Musclemania dan menjadi bintang iklan.

Ade juga masih berharap bisa mempromosikan hidup sehat melalui perlombaan-perlombaan, meski acap dihadang masalah dana. Dia akan mengupayakannya tanpa memakai aji mumpung karena pernah membintangi produk iklan.

“Bagaimana kata orang, bila kita mempromosikan gaya hidup sehat, tapi mendadak di panggung perlombaan ada tertulis produk rokok. Binaraga mestinya membuat orang memiliki tubuh dan mental yang baik.”*

kembali keatas

by:Nurdin Basuki