Palangkaraya– Yayasan Pantau bersama Kedutaan Amerika Serikat, dan Universitas George Washington memilih Palangkaraya di Kalimantan Tengah sebagai kota ke-empat kelas narasi dalam rangkaian Narrative Journalism Tour 2022. Kelas yang berlangsung 21-25 November ini kembali diajar oleh Guru Besar Universitas George Washington, Janet Steele dan Redaktur Pelaksana Historia.id, Budi Setiyono. 

“Sebagai dua negara demokrasi terbesar dan paling dinamis di dunia, Amerika Serikat memiliki komitmen yang sama dengan Indonesia untuk melindungi kelompok-kelompok rentannya,” ujar Michael Quinlan, Juru Bicara dan Atase Pers Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta.

Quinlan mengatakan Amerika Serikat mendukung upaya Indonesia untuk menegakkan dan menggalakkan perlindungan bagi minoritas.

“Media memainkan peran penting dalam menyuarakan suara dan pandangan yang termarjinalisasi – dan pelaporan dengan jurnalisme yang baik dapat membentuk opini dan mempengaruhi perilaku dan pengambilan keputusan. Untuk mencapai tujuan ini, kami bangga dapat bermitra dengan Yayasan Pantau, yang sangat memahami kebutuhan di lapangan. Kami juga senang bekerja sama dengan Universitas George Washington, untuk berbagi tentang praktik terbaik jurnalisme dari perspektif AS. Kami menantikan untuk membaca kisah-kisah menarik yang dihasilkan pelatihan ini, dan berharap kisah-kisah ini dan para peserta akan menginspirasi yang lain untuk melakukan yang sama,” ujarnya.

Pendiri dan penasihat Yayasan Pantau, Andreas Harsono mengatakan Palangkaraya adalah kota penting buat kerja wartawan. Ia bukan saja terkenal karena perampasan lahan dan kebakaran hutan, namun juga korupsi dalam pelaksanaan kekuasaan, baik memakai suku maupun agama. 

“Palangkaraya, atau Kalimantan Tengah, adalah lahan berlatih yang baik sekali bagi siapa pun yang mau menulis buat kepentingan publik, buat mengerti kompleksitas masyarakat serta mencari pegangan internasional yang sudah disepakati Perserikatan Bangsa-bangsa,” kata Andreas.

Senada dengan Andreas, Sani Lake, Direktur Justice, Peace, Integrity and Creation (JPIC) Kalimantan yang menjadi partner dalam kegiatan ini menilai kelas narasi sebagai media pembelajaran bagi kaum muda, untuk mampu menarasikan isu kemanusiaan yang kerap masih didiamkan dalam konteks komunitas-komunitas.

“Diharapkan, bahwa keterampilan narrative membantu secara sistematis dan komprehensif dalam menguak kebenaran yang dihadapi di masyarakat, terutama isu-isu diskriminatif dalam kerangka penghormatan terhadap harkat martabat manusia,” kata Sani.

“Parei masak, jangung batue” (memperoleh manfaat yang berlipat ganda),” kata Yuliana, salah satu peserta yang juga dosen Sosiologi Universitas Palangkaraya, menggambarkan  peribahasa Dayak Ngaju yang mewakili perasaannya selama mengikuti kelas narasi ini.

Bagi Yuliana, kelas ini membantunya memperoleh relasi dan keterampilan menulis yang baru ala jurnalisme narrative yang dapat memberi warna baru saat  menulis ala akademis,  yang selama ini dinilainya kaku dan baku. 

“Agar nantinya karya akademis lebih terasa asyik, menyenangkan dan renyah dibaca,” ujarnya.  

Sementara bagi Maria Fatima, Koordinator JPIC SSpS Kalimantan yang juga menjadi peserta kelas ini, selain  ilmu menulis dari pengajar, sharing dari teman-teman dengan berbagai latar belakang merupakan hal baru dan luar biasa baginya. 

“Saya juga masih pemula. Kegiatan ini juga bisa membuka jaringan dengan jurnalis, NGO (Non Government Organization) dan lainnya bisa saling melengkapi dan berkolaborasi ke depan. Bagi saya, pelatihan ini bisa membantu saya untuk menulis kegiatan-kegiatan kami di lembaga bersama masyarakat kepada publik lebih luas,” kata Maria.

Seperti kelas narasi di tiga kota sebelumnya, kelas Palangkaraya juga melibatkan sejumlah wartawan lokal dari berbagai daerah di Kalimantan. Erwin Febrian Syuhada wartawan SuaraKutim.com menilai kelas ini dapat  memberikan perspektif baru baginya untuk menulis dengan gaya berbeda dari media pada umumnya. 

“Ini menjadi senjata baru yang bisa saya pakai sebagai wartawan untuk membuat tulisan menjadi lebih bermakna,” kata Erwin.

Selain itu, Erwin mengatakan, diskusi-diskusi dalam pelatihan menulis ini bisa menjadi bekal baginya sebagai wartawan lokal di Kutai Timur yang kerap menulis isu-isu masyarakat adat, lingkungan, masyarakat terpinggirkan dengan gaya menarik. 

Yayasan Pantau telah memulai kelas-kelas Jurnalisme Narasi maupun Jurnalisme Sastrawi, sejak 2001. Materi dalam kelas ini mengikuti gerakan Tom Wolfe yang menggabungkan disiplin jurnalisme, riset dan daya pikat sastra.

Catatan editor:

  • Yayasan Pantau adalah sebuah lembaga yang bertujuan mendorong perbaikan mutu jurnalisme di Indonesia melalui program pelatihan wartawan, konsultan media, riset, penerbitan serta diskusi terbatas. 
  • Misi Amerika Serikat bermitra dengan Indonesia untuk mempererat ikatan antara masyarakat dan pemerintah kedua negara untuk mempromosikan dan melindungi demokrasi, keamanan, dan kesejahteraan yang berkelanjutan bagi masyarakat AS dan Indonesia, kawasan, dan dunia.
  • JPIC Kalimantan adalah organisasi non-profit dan non-pemerintah yang fokus pada gerakan untuk memperjuangkan keadilan, perdamaian dan keutuhan penciptaan/perlindungan lingkungan. JPIC Kalimantan lahir dari perjuangan, aksi dan refleksi para aktivis di Kalimantan.

Narahubung:

Della Syahni (Project Officer Program Narrative Journalism Tour 2022 Yayasan Pantau) 

+62 857 1905 7928

kursus.yayasanpantau@gmail.com

by:Yayasan Pantau

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *