Semarang – Setelah melawat ke Kupang pada awal Oktober lalu, “Narrative Journalism Tour”-kerja sama  Yayasan Pantau, George Washington University dan Kedutaan Amerika Serikat di Indonesia-, hadir di Semarang, Jawa Tengah. Kelas yang berlangsung pada 17-21 Oktober ini kembali diampu Janet Steele, guru besar George Washington University, dan Budi Setiyono, Redaktur Pelaksana Historia, majalah sejarah online pertama di Indonesia. 

“Sebagai dua negara demokrasi terbesar dan paling dinamis di dunia, Amerika Serikat memiliki komitmen yang sama dengan Indonesia untuk melindungi kelompok-kelompok rentannya,” ujar Michael Quinlan, Juru Bicara dan Atase Pers Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta.

Quinlan mengatakan Amerika Serikat mendukung upaya Indonesia untuk menegakkan dan menggalakkan perlindungan bagi minoritas.

“Media memainkan peran penting dalam menyuarakan suara dan pandangan yang termarjinalisasi – dan pelaporan dengan jurnalisme yang baik dapat membentuk opini dan mempengaruhi perilaku dan pengambilan keputusan. Untuk mencapai tujuan ini, kami bangga dapat bermitra dengan Yayasan Pantau, yang sangat memahami kebutuhan di lapangan. Kami juga senang bekerja sama dengan Universitas George Washington, untuk berbagi tentang praktik terbaik jurnalisme dari perspektif AS. Kami menantikan untuk membaca kisah-kisah menarik yang dihasilkan pelatihan ini, dan berharap kisah-kisah ini dan para peserta akan menginspirasi yang lain untuk melakukan yang sama,” ujarnya.

Pendiri dan penasihat Yayasan Pantau, Andreas Harsono mengatakan penunjukkan Semarang untuk tur kelas narasi tahun ini bukan sebuah kebetulan. 

“Semarang, sebuah kota dimana ada politikus, gubernur Ganjar Pranowo, sedang digadang-gadang jadi calon presiden pada 2024. Liputan demokrasi adalah liputan yang penting dalam jurnalisme karena ia selalu terkait dengan pelayanan kepada masyarakat agar berikan informasi bermutu kepada warga soal calon-calon pemimpin mereka. Namun wartawan bukan saja perlu meliput calon presiden. Mereka juga harus meliput semua kandidat, dari lurah sampai anggota parlemen,” kata Andreas. 

Selain kelas utama yang diampu Janet dan Budi, kelas ini juga menghadirkan dua pembicara tamu; Shinta Maharani, wartawan Tempo dan Myra Diarsi, aktivis perempuan, pendiri Kalyanamitra, sebuah lembaga yang fokus pada perjuangan kesetaraan gender melalui program dampingan komunitas perempuan. 

Shinta, kerap menulis liputan soal kelompok minoritas dan kasus kekerasan seksual. Sementara Myra, bersama Kalyanamitra, aktif mendalami isu kekerasan terhadap perempuan termasuk di Nusa Tenggara Timur dan Papua. Pada 1996, Myra juga mendirikan Rumah Ibu sebagai wadah korban kekerasan dalam rumah tangga. 

“Pelatihan Jurnalisme Naratif Yayasan Pantau sangat penting bagi  jurnalis dan calon jurnalis karena menyajikan materi tentang kelompok minoritas berbasis gender, agama, dan kepercayaan di salah satu sesi,” kata Shinta.

Materi ini, lanjutnya, menyangkut bagaimana jurnalis seharusnya menggunakan perspektif hak asasi manusia dalam meliput isu-isu minoritas. Karya jurnalistik yang ditulis, kata Shinta, sepatutnya mengungkap kejahatan struktural atau penindasan terhadap kelompok minoritas. 

“Negara semestinya bertanggung jawab dan menjamin perlindungan terhadap kelompok minoritas, orang-orang yang dituduh komunis atau penyintas tragedi 1965 dan difabel. Saya merasa bersyukur bisa berbagi pengalaman liputan isu minoritas dan belajar bersama seluruh peserta dan panitia,” ujarnya.

Shinta berharap kelas-kelas Pantau dengan pembicara yang berkualitas dan mumpuni terus berkelanjutan demi jurnalisme yang bermutu dan bermakna untuk kemanusiaan.

Di Semarang, kelas narasi ini diikuti 15 peserta dari sejumlah daerah di Pulau Jawa, termasuk Cirebon, Bojonegoro, Surakarta, Magelang, Rembang, dan Yogyakarta. Selain jurnalis media umum dan pers mahasiswa, sejumlah peserta merupakan aktivis lingkungan dan kelompok minoritas. 

“Kelas NJT ini berbeda dengan yang lain,” kata Ayu Rikza, kader Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA), yang menjadi salah satu peserta. 

Menurutnya, dengan kelas interaktif, peserta belajar dari tulisan sendiri maupun kawan-kawan di kelas. 

“Kita diajak menjadi editor dan redaktur terbaik bagi tulisan kita sendiri. Bahan bacaan dan silabus yang dibangun oleh Pantau tidak teoretik, tapi justru berangkat  dari produk tulisan jurnalisme naratif yang peserta dan pemrasarana saling bedah bersama.”

Di kelas, ada kegiatan menguliti tulisan, mengkritik, dan menerima kekurangan.

Kelas ini juga menawarkan kemampuan praktikal yang sangat berguna di setiap tulisan yang dikerjakan. Seperti kata Janet, jurnalisme naratif adalah kegiatan bercerita harian. 

Lebih jauh, bagi Ayu, kelas ini akan membantu kerja aktivisme agar tak hanya berakhir sebagai ‘masturbasi’ intelektual, tapi membincangkan realitas ketidakadilan dengan cara yang paling sederhana: menunjukkannya.

“Jurnalisme naratif bisa menjadi alternatif cara menyajikan tulisan untuk bersuara tentang isu minoritas dengan lebih menyentuh empati pembaca, namun tetap patuh pada kode etik jurnalisme,” ujar Napoleon Riel, penulis Komunitas Umah Ramah di Cirebon.

Bagi Napol, kelas ini  bisa membantu penyajian riset Umah Ramah, yang sehari-hari juga berkutat dengan riset dan wawancara,  menjadi lebih menarik.

Yayasan Pantau telah memulai kelas-kelas Jurnalisme Narasi maupun Jurnalisme Sastrawi, sejak 2001. Materi dalam kelas ini mengikuti gerakan Tom Wolfe yang menggabungkan disiplin jurnalisme, riset dan daya pikat sastra.

Catatan editor:

  • Yayasan Pantau adalah sebuah lembaga yang bertujuan mendorong perbaikan mutu jurnalisme di Indonesia melalui program pelatihan wartawan, konsultan media, riset, penerbitan serta diskusi terbatas. 
  • Misi Amerika Serikat bermitra dengan Indonesia untuk mempererat ikatan antara masyarakat dan pemerintah kedua negara untuk mempromosikan dan melindungi demokrasi, keamanan, dan kesejahteraan yang berkelanjutan bagi masyarakat AS dan Indonesia, kawasan, dan dunia.

Narahubung:

Della Syahni (Project Officer Program Narrative Journalism Tour 2022 Yayasan Pantau) 

+62 857 1905 7928

kursus.yayasanpantau@gmail.com

by:Yayasan Pantau

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *