Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Admin Pantau

Sun, 3 February 2019

Yayasan Pantau

22 Maret-3 Mei 2019

KURSUS ini dirancang untuk wartawan, aktivis, birokrat, yang ingin menulis soal agama dan iman maupun berbagai kaitannya dengan kegiatan politik, sosial, dan budaya. Ia diadakan enam sesi setiap Jumat (pukul 19-21) plus dua sesi lapangan pada hari Sabtu (pukul 10-12). Kuliah mingguan dibuat agar peserta punya waktu membaca, mengendapkan materi, dan menulis hasil wawancara. Biaya kursus Rp 3 juta.

Ia akan diadakan di sebuah co-sharing space di Jalan Sudirman, Jakarta. Kelas dibatasi 20 orang agar ada waktu buat diskusi serta bahas pekerjaan rumah.

Instruktur

Andreas Harsono menulis laporan Human Rights Watch, In Religion Name: Abuses against Religious Minorities in Indonesia serta buku Race, Islam and Power: Ethnic and Religious Violence in Post-Suharto Indonesia.

Imam Shofwan belajar syariat Islam di Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, wartawan Syirah, terlibat beberapa penelitian soal Islam dan jurnalisme pada 2004 dan 2010 bersama Kamal Adam Center dari Kairo.

SESI 1 : Debat soal Islam dan Pancasila (1945-2010)

Debat resmi soal peranan Islam –formalisasi syariah Islam– dalam negara Indonesia terjadi setidaknya tiga kali. Pada 1920an ada debat di media namun debat resmi pertama terjadi pada Maret-Agustus 1945 ketika negara Indonesia hendak dirumuskan zaman pendudukan Jepang. Puncaknya, peresmian Undang-undang Dasar 1945 pada 18 Agustus 29145. Ia terjadi lagi pada 1955-1959 dalam sidang-sidang Konstituante guna merumuskan konstitusi baru. Ia gagal sesudah Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit bubarkan Konstituante. Pada 2009-2010, debat muncul lagi dalam sidang gugatan terhadap pasal penodaan agama di Mahkamah Konstitusi.

Bacaan: BPUPKI, PPKI, Proklamasi Kemerdekaan RI karya Rini Yunarti (2003); Lahirnya Satu Bangsa dan Negara karya O.E. Engelen, Aboe Bakar Loebis dan F. Pattiasina (1997); Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di Indonesia: Studi Sosio-Legal atas Konstituante 1956-1959 karya Adnan Buyung Nasution (2009).

SESI 2: Pasal Penodaan Agama

Pada Januari 1965 Presiden Soekarno memasukkan pasal penodaan agama ke dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Ia awal dari pengakuan hanya kepada enam agama di Indonesia –Islam, Protestan, Katholik, Hindu, Budha dan Khong Hu Chu– serta diskriminasi terhadap minoritas. Abdurrahman Wahid menggugat pasal ini di Mahkamah Konstitusi pada 2009-2010. Berapa kali pasal ini dipakai dalam berbagai pemerintahan Indonesia?

Bacaan: Prosecuting Beliefs: Indonesia′s Blasphemy Laws dari Amnesty International (2014); Which countries still outlaw apostasy and blasphemy? dari Fact Tank (2016); “…on blasphemy laws” dari United States Commission on International Religious Freedom; Melissa Crouch on the Blasphemy Law dari Universitas Melbourne.

SESI WAWANCARA: Kunjungan ke masjid Ahmadiyah

Kelas akan berkunjung ke sebuah masjid Ahmadiyah serta bicara dengan beberapa anggota Ahmadiyah, termasuk korban kekerasan anti-Ahmadiyah sesudah pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan aturan pada 2008.

Bacaan: “Implications of the Ahmadiyah” dari International Crisis Group; “Ahmadiyah, Rechtstaat dan Hak Asasi Manusia” karya Andreas Harsono; “Suryadharma Ali: Ahmadiyah Lebih Baik Dibubarkan, Daripada Dibiarkan” (Republika, 19 Maret 2011); “Indonesia′s Religious Violence: The Reluctance of Reporters to Tell the Story” karya Andreas Harsono (Nieman Reports 2011); “Hanya 3-6 bulan penjara untuk pembunuhan Cikeusik” (BBC 28 Juli 2011).

SESI 3: Peraturan Kerukunan Umat Beragama

Pada 2006, pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan aturan baru di bidang keagamaan, memperkenalkan konsep “kerukunan beragama” dan membentuk Forum Kerukunan Umat Beragama di berbagai provinsi, kota dan kabupaten. Bagaimana konsep mayoritas dan minoritas diperkenalkan di Indonesia?

Bacaan: Peraturan Bersama Menteri soal Pendirian Rumah Ibadah dan Pembentukan Forum Kerukunan Umat Bersama 2006 serta website Pusat Kerukunan Umat Beragama http://pkub.kemenag.go.id/ serta studi kasus penutupan gereja GKI Yasmin, HKBP Filadelpia dan gereja-gereja di Singkil plus larangan loudspeaker masjid di Tolikara. Buku Aspiring for the Middle Path: Religious Harmony in Indonesia karya Tarmizi Taher.

SESI 4: Kekerasan atas nama Islam

Kekerasan atas nama Islam salah satu dari terorisme yang banyak dibicarakan sejak Al Qaeda mengebom New York dan Washington DC pada 11 September 2001. Bagaimana menerangkan kekerasan dan radikalisme?

Bacaan: Dari Radikalisme Menuju Terorisme dari Setara Institute; Sejarah Teror karya Lawrence Wright (buku ini lebih dari 400 halaman). Institute for Policy Analysis of Conflict menerbitkan serangkaian laporan soal kekerasan atas nama Islam di Indonesia. Silahkan baca soal bom bunuh diri di Cirebon, Solo maupun barisan Bahrun Naim di Suriah.

SESI WAWANCARA: Kunjungan Millah Abraham atau Gafatar

Kelas akan bertemu dengan beberapa tokoh Millah Abraham serta wawancara mereka. Berapa banyak anggota mereka dipenjara? Berapa ribu diusir dari berbagai rumah pertanian mereka di Kalimantan?

Bacaan: Kriminalisasi terhadap Komunitas Gafatar dari Human Rights Watch; “Back-to-the-land spiritual movement in Indonesia sparks government crackdown” dari Washington Post karya Jon Emont. Bandingkan liputan Antara, “Menengok “Kota Hantu” Eks Perkampungan Gafatar Kaltara,” dan liputan Tirto, “Juru Selamat dari Batavia, Kisah Pemimpin Millah Abraham.”

SESI 5: Organisasi Negara yang Fasilitasi Diskriminasi

Agama dan kepercayaan lokal tak dilindungi dari “penodaan agama” di Indonesia. Mereka acapkali mengalami perlakuan tak nyaman dari empat lembaga fasilitasi diskriminasi terhadap mereka: Kementerian Agama (1946), Bakor Pakem (1952); Majelis Ulama Indonesia (1982) dan Forum Kerukunan Umat Beragama (2006). Mereka sudah dapat KTP dgn kolom agama. Akibatnya panjang sekali. Bagaimana menerangkan diskriminasi ini?

Bacaan: Menuju Gereja Yang Semakin Pribumi karya Iman C.Sukmana (kasus Sunda Wiwitan di Kuningan); “Ayahku Seorang Penghayat, Tapi Dia Tak Bisa Dimakamkan Sesuai Kepercayaannya” dari Vice; “Diskriminasi Belum Tentu Berakhir Walau Gugatan Agama Asli Indonesia Menang di MK” dari Vice.

SESI 6: Bias Wartawan Indonesia?

Bagaimana melihat liputan berbagai media Indonesia dgn berbagai keragaman ruang redaksi mereka terhadap kekerasan dan diskriminasi atas nama agama? Bagaimana wartawan yang beragama Islam membedakan iman dan pekerjaan mereka?

Bacaan: “The Mission of Indonesian Journalism: Balancing Democracy, Development, and Islamic Values” karya Lawrence Pintak dan Budi Setiyono; “Indonesian journalists support Islamic fundamentalism: Survey” (Jakarta Post, 25 August 2011); Mediating Islam: Cosmopolitan Journalisms in Muslim Southeast Asia karya Janet Steele.

Narahubung

Estu Fanani: 0818-177-136

Ruth Ogetay: 0813-1544-9128

kembali keatas

by:Admin Pantau