Skenario Nomor 35

A. Latief Siregar

Mon, 6 January 2003

GREEN Room Metro TV 11 November 2002. Ruang ini ruang tamu narasumber sebelum masuk studio. Malam itu tiga tamu sudah selesai di make up. Mereka tamu program dialog Indonesia Recovery

GREEN Room Metro TV 11 November 2002. Ruang ini ruang tamu narasumber sebelum masuk studio. Malam itu tiga tamu sudah selesai di make up. Mereka tamu program dialog Indonesia Recovery: Arief Afandi, pemimpin redaksi Jawa Pos; Bambang Harymurti, pemimpin redaksi Tempo; dan Munarman, ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia sekaligus pengacara Abubakar Ba’asyir dari Majelis Mujahidin Indonesia.

Pemandu dialog, Rizal Mallarangeng, sudah tiba lebih awal. Berbeda dengan kebanyakan pemandu lain, Mallarangeng terkenal selalu datang lebih awal. Dia juga rajin masuk ruang redaksi, sebab dia redaktur khusus Metro TV. Beberapa kali dia melakukan reportase bagi Metro TV, ketika ikut rombongan Presiden Megawati Soekarnoputri berkunjung keluar negeri. Mallarangeng adalah penulis pidato Megawati.

Indonesia Recovery diadakan tiap Senin pukul 21.05-22.00. Orang Metro TV menyingkatnya "Irec." Formatnya dialog. Tiga tamu berbincang dipandu Mallarangeng. Malam itu temanya, "Terungkapnya Teror Bali." Diskusi berlangsung seminggu setelah Amrozi, orang yang disangka polisi sebagai pembawa materi bom, tertangkap di Lamongan. Arief Afandi dan Harymurti diundang karena Jawa Pos dan Tempo memberi porsi besar terhadap berita bom Bali. Afandi diberi kesempatan pertama.

ARIEF: Fakta yang kami temukan di lapangan, tuduhan terhadap Amrozi bisa diduga kuat. Faktanya, polisi menemukan bahan-bahan kimia, keahlian Amrozi memperbaiki HP (handphone). Polisi pernah bilang, salah satu bom di Bali diledakkan lewat HP, sehingga ada benang merahnya.

Mallarangeng menyela dengan pertanyaan soal mobil Mitsubishi L-300, yang diduga sebagai titik ledakan. Kata Afandi, "Temuan reporter kami menyebutkan mobil itu pernah di sana (Lamongan). Kami juga menelusuri latar belakang Amrozi sehingga data-data kami mengarah ke sana."

Mallarangeng menanyai Harymurti soal tuduhan sinis terhadap polisi, bahwa penangkapan ini hanya skenario polisi. "Saya tidak berani menyatakan Amrozi sebagai tersangka utama. Tapi temuan polisi dilakukan dengan cara klasik, bukan menggunakan data-data intelijen, tapi data forensik yang ditelusuri satu demi satu sehingga kami yakin polisi di jalur yang benar. Lagipula wartawan kita nggak segitu bodohnya dikelabui oleh polisi. Sejauh ini para wartawan di lapangan juga punya kesimpulan relatif sama," kata Harymurti.

Harymurti menjelaskan proses penemuan nomor rangka mobil hingga polisi menemukan Amrozi sebagai pemilik terakhir. Mobil itu sudah pindah tangan enam kali.

Mallarangeng menghentikan diskusi, untuk jeda komersial. Dialog satu jam malam itu diselingi lima kali jeda.

Ketika diberi kesempatan, Munarman ikut memuji kerja polisi, yang disebutnya sudah lebih maju. Polisi bekerja dengan temuan potongan hingga jadi rangkaian peristiwa. Pembicaraan meluas tentang siapa Amrozi.

Afandi bercerita tentang masa kecil Amrozi, sebagai anak seorang carik, pejabat desa Tenggulun, yang suka kebut-kebutan motor dan menembak burung. Harymurti menambahi dengan cerita perjalanan Amrozi ke Malaysia dan Afghanistan.

Munarman ditanyai soal kelompok Islam yang secara ideologis membentuk orang macam Amrozi. Munarman membuka pembicaraan ke arah keterlibatan intelijen dalam membentuk kelompok-kelompok Islam garis keras yang ingin mendirikan negara Islam atau Darul Islam.

Mallarangeng memotong. "Secara sosio-ideologis, ada atau tidak ada intelijen, kelompok ini ada. Peranan intelijen nomor 35, kali?"

Mallarangeng beralih ke Harymurti, dengan membicarakan keterkaitan Abubakar Ba’asyir, warga Indonesia yang sedang ditahan polisi karena dituduh terlibat terorisme di Asia Tenggara.

HARYMURTI: Saya kira ini cerita lama. Kalau baca Tempo 1980-an sudah ada gejala ini. Misalnya pembunuhan pembantu rektor (Universitas Sebelas Maret), Peristiwa Lampung, perampokan gaji, ternyata dilakukan alumni Ngruki, yang dulu ingin mendirikan Negara Islam Indonesia. Kemudian ketika pindah ke Malaysia, rupanya idenya berkembang menjadi lebih global: kekhalifahan Asia Tenggara. Saya kira ini peran Afghanistan, mereka punya kemampuan militer yang lebih tinggi, terutama membuat bom, dan menggunakan senjata. Mereka juga punya jalur internasional dan simpatisan luar negeri.

Giliran Munarman menanggapi tuduhan terhadap kliennya. Ba’asyir memang dikenal banyak orang tapi tak berarti Ba’asyir terlibat terorisme kalau beberapa orang yang mengenalnya itu terlibat pengeboman dan pembunuhan.

MALLARANGENG: Tapi kalau muridnya di sana sini itu ngebom, mengkhotbah fitnah, atau bukan fitnah tapi kebencian terhadap golongan lain, kita bertanya apa yang salah dengan gurunya?

MUNARMAN: Sederhana saja membandingkannya. Apa yang salah dengan salah satu sekolah menengah di Jakarta, membikin berantem di sekolah. Apa yang salah dengan sekolah itu?

Harymurti nimbrung. Ia minta supaya jangan menyamaratakan semua alumni Ngruki. "Kita harus sadari bahwa alumni Ngruki adalah orang baik. Memang ada kelompok kecil yang terlibat bom dan kegiatan aneh-aneh. Saya tidak melihat Abubakar Ba’asyir sebagai guru ideologis, serta merta menjadi tersangka untuk semua urusan anak buahnya."

Tapi ketika Mallarangeng menanyakan kenapa Bali yang dipilih dan kenapa sekarang?

Harymurti kembali mengaitkan kelompok Ngruki. "Ada dua kemungkinan. Kalau mengikuti kelompok Ngruki, tahun 1985 sudah ada yang berusaha mengebom Kuta, sesudah mengebom Borobudur karena dianggap berhala. Cuma bomnya keburu meledak di bus. Masih amatiran ketika itu. Yang kedua lebih serius. Bagi kelompok radikal berbasis Islam, kebencian terhadap Amerika Serikat ini sedang memuncak. Seperti eskalasi yang terjadi di Palestina. Mereka ingin melakukan pembalasan setimpal."

Sesi terakhir, Mallarangeng menyimpulkan bahwa kita harus memerangi pelaku terorisme tapi tetap membuka ruang demokrasi bagi semua kelompok, untuk mengajukan pendapat, sepanjang tidak ngebom.

Diskusi selesai. Tapi dua hari setelah diskusi, awak Metro TV sempat dikagetkan pernyataan direktur pondok pesantren Ngruki Farid Ma’ruf, yang akan menyampaikan somasi. Tuduhannya, isi dialog menimbulkan kesan bahwa Ngruki menghasilkan teroris.

Mallarangeng sempat memutar ulang rekaman diskusi. Dia tertawa dan mengatakan, "Ini diskusi yang cerdas." *

kembali keatas

by:A. Latief Siregar