Kisah Puncak Khayangan

Agus Sopian

Mon, 6 May 2002

ONGKOS produksi film animasi bisa dua atau tiga kali lipat sinetron. Tapi, ongkos produksi Lutung Kasarung, sebuah film animasi berlatar cerita rakyat Parahyangan, justru lebih rendah?

ONGKOS produksi film animasi bisa dua atau tiga kali lipat sinetron. Tapi, ongkos produksi Lutung Kasarung, sebuah film animasi berlatar cerita rakyat Parahyangan, justru lebih rendah? Jawabannya ada di Puncak Khayangan, kira-kira 30 kilometer dari Yogyakarta ke arah selatan.

Tempat itu berupa bukit kapur dan cadas, dengan tebing-tebing curam. Dari punggung bukit, tampak hamparan pantai selatan—mulai Parangendok, Parangtritis, hingga Parangkusumo.

Dari 25 hektar lahan yang dimiliki Mochammad Rifai, pemilik Kampung Animasi Puncak Khayangan, dua hektar di antaranya sudah disulap jadi hunian. Tanaman singkong, pepaya, pisang, jahe, serai, tumbuh di mana-mana. Sejumlah binatang piaraan seperti kambing, ayam atau burung dara, tampak di sela-sela pepohonan.

Hunian itu, dirintis sejak empat tahun silam. Listrik belum lagi menerangi. Praktis, bila malam hanya ada lentera dan petromaks. Dalam suasana temaram, semangat mereka untuk berkreasi tetap terang-benderang. “Kegiatan menggambar hanya dilakukan siang. Malam hari biasanya digunakan untuk diskusi,” ujar Rifai.

Keadaan ini memberi suasana kondusif buat pengembangan kreativitas. “Di Yogja sumber daya manusianya luar biasa, yang harus kita lakukan adalah agar mereka bisa terus berkarya tanpa gangguan. Di India atau Disney, para animator bekerja full time selama enam jam sehari. Mereka, misalnya, tak diganggu oleh dering telepon,” kata Rifai.

Jurus Rifai ada hasilnya. Selain Lutung Kasarung, mereka menyelesaikan 200-an judul film animasi pendek, yang ditayangkan Trans TV mulai 15 April ini. Film yang diperkirakan menelan durasi total selama empat ribu menit ini diberi nama program Dan Kau pun Tahu. Isinya mengungkapkan sejumlah rahasia alam, sejak tema mengapa anjing suka mengeluarkan air liur sampai mengapa bayi tak boleh ditidurkan di tempat lunak.

Tadinya, paket tersebut akan dinamai Program Rahasia Hidup. Namun, lantaran Nestle, produsen susu Dancow, kepincut mensponsorinya, nama itulah akhirnya yang dipatenkan. Setelah paket program selesai, rencananya mereka akan membuat lagi sequel barunya yang dinamai Dan Kau Kini Semakin Tahu.

Berapa biaya produksi untuk membuat film animasi? Program Dan Kau Tahu menghabiskan Rp 4 miliar lebih. Tapi, seperti juga Lutung Kasarung—yang ditayangkan TVRI, TPI, Trans TV, dan TVRI Yogyakarta, program tak berbiaya. “Ini zero-cost,” kata Rifai.

Setelah jadi, nilai bersihnya mencapai kurang lebih Rp 2,2 miliar. Keuntungan yang didapatkan dibagi dua, 50 persen untuk Trans TV sisanya masuk ke rekening PT Bening Uro-Uro, perusahaan Jakarta yang memanajemeni karya film itu.

Kalau biaya produksi film tersebut kecil, tentu ada cerita di baliknya. Dalam nyala lampu petromaks dan gerimis kecil, dengan mimik penuh semangat Rifai menuturkan rahasia dapurnya.

Kisahnya bermula dari workshop. Ia mengundang sejumlah kalangan yang punya perhatian pada aktivitas seni menggambar. Pada semester pertama 2002, umpamanya, Kampung Animasi mengundang calon-calon animator dari Bandung. Jumlahnya 15 orang. Tak ada pungutan biaya. Mereka hanya diharuskan mengikuti seluruh materi selama enam bulan. “Kalau berhenti, mereka dikenai biaya,” tukas Rifai.

Selama workshop, peserta dibimbing menumpahkan ide-idenya ke atas kertas. Lutung Kasarung dan program Dan Kau pun Tahu adalah hasil karya para peserta workshop 2001.

Pada workshop semester pertama 2002, para peserta sedang memasuki tahap akhir pembuatan empat judul film animasi, yang menurut rencana akan ditayangkan Trans TV pada Mei 2002. Keempat judul tersebut juga berlatar cerita rakyat: Cindelaras, Hang Tuah, Bawang Merah Bawang Putih, dan Lutung Kasarung episode baru. Proses rekaman dan editing seluruhnya dikerjakan studio milik Rifai di Yogyakarta, dengan 12 komputer “kelas jangkrik” yang telah dimodifikasi. “Biaya produksi praktis nol. Kami kan hanya memberi makan peserta workshop,” Rifai kembali memberi penegasan.

Dalam urusan makan, mereka hanya dilayani selama tiga bulan pertama. Berikutnya, mereka harus survive dengan masak sendiri. Lauk-pauk, seperti ayam atau ikan, pun harus mereka tangkap sendiri. Perlakuan serupa bisa pula dialami pengunjung Puncak Khayangan, yang memang tak bersedia dilayani. Paling tidak, kalau ingin makan dengan lauk ayam, mereka harus menunggu ayamnya ditangkap dulu.

Jarum jam menunjukkan pukul 23.00. Tapi, Rifai belum terlihat mengantuk. Katanya, Kampung Animasi hanya salah satu proyek dari penaklukan alam di Puncak Khayangan.

Pada fase berikutnya, Rifai berencana untuk membuka Kampung Empu seluas delapan hektar. Sebanyak 16 seniman akan dipilih untuk menempatinya. Seniman biola Idris Sardi, disebut-sebut salah seorang di antaranya. Ia mungkin akan menjadi penduduk pertama di sana, yang akan tinggal tetap dengan seluruh aset kreatifnya sebelum Juli 2002.

“Pak Ramadhan K.H. juga sudah committed,” ungkap Rifai.

“Kami akan mendapat kehormatan besar bila Pak Goenawan bisa juga tinggal di sini.” Ia mengacu pada penyair dan kolumnis Goenawan Mohamad, pendiri majalah Tempo.

Seluruh kebutuhan para empu, begitu Rifai menyebut warga kampung tadi, akan dijamin PT Ombo Lestari—mulai tanah, rumah, hingga hidup sehari-hari. “Ini proyek prosperity. Para empu adalah aset nasional. Harus ada yang menjamin hidupnya.”

PT Ombo Lestari, adalah perusahaan patungan yang didirikan Rifai bersama Boudewijn A.C. Brands dan Theo van der Meur. Dua yang disebut terakhir masing-masing kolektor lukisan pemula serta konglomerat properti. Keduanya berasal dari Belanda. Modal investasi perusahaan diperkirakan akan mencapai Rp 1,6 triliun.

Selesai Kampung Empu, pengembangan akan masuk ke fase ketiga: membuat Kampung Profesional. Areal ini akan ditempati sekurang-kurangnya 20 profesional yang sudah dikenal reputasinya. Pada tahap awal, sedikitnya empat nama sudah berada di kantong Rifai. Mereka adalah penyanyi Iga Mawarni, yang kini jadi salah seorang direktur PT Bening Uro-Uro, sineas George Kamarullah, aktor L. Manik serta pengacara Ali Reza dari Lawyer Out of Asia. Sisanya, akan dipilih oleh para pemuka masyarakat dari Kampung Empu tadi.

Bukan kehidupan normal yang bakal mereka jalani. Tak akan ada telepon dan internet di rumah-rumah mereka. Kebutuhan itu hanya akan mereka dapatkan dari warung telekomunikasi dan warung internet di salah satu sudut kampung. Penerangan pun hampir bisa dipastikan akan dihemat sejadi-jadinya mengingat energi listrik sepenuhnya dipasok solar-cell.

Mungkin asyik juga kehidupan mereka dianimasikan, kelak. Goenawan Mohamad terlihat sedang menimba air sumur, Ramadhan K.H. berburu ayam, dan Iga Mawarni menggerus sambal terasi diiringi lengkingan biola maut Idris Sardi.*

kembali keatas

by:Agus Sopian