Billboard yang Bergerak

Indri Cristianty

Mon, 4 March 2002

MALAM Minggu di kawasan Dago, Bandung, ibarat pasar malam, meriah. Sejak pukul 19.00 banyak anak muda lalu-lalang, cuci mata sambil membeli pisang keju dan jagung bakar.

MALAM Minggu di kawasan Dago, Bandung, ibarat pasar malam, meriah. Sejak pukul 19.00 banyak anak muda lalu-lalang, cuci mata sambil membeli pisang keju dan jagung bakar. Ada juga yang kongko-kongko di kafe pinggir jalan yang hanya diterangi lilin dan lampu temaram.

Satu dari sekian ornamen yang memeriahkan Dago di waktu malam adalah mobil-mobil van unik diparkir di tepi jalan.

Ob van radio Oz 103 FM nongkrong di muka Superindo, sebuah toko swalayan di kawasan Dago. Berjarak 100 meter dari situ mejeng van kuning milik radio Paramuda 93,9 MHz. Bergeser 50 meter lagi, terdengar hentakan musik untuk kawula muda dari Funky Mobile milik radio 99,9 FM.

Outdoor Broadcast Van atau lebih ngetop dengan "Ob van" –sebagian anak muda Bandung menyebutnya "Obie" atau "Obee"– kini bukan monopoli stasiun televisi. Beberapa stasiun radio di Bandung sudah banyak memilikinya, seiring tuntutan informasi dan peristiwa yang serba cepat.

Ob van biasa dilengkapi aksesori eksentrik, yang membuatnya tampil beda. Bagian-bagian mobil mengalami modifikasi, seperti dilengkapi antena yang mencuat di atap serta peralatan untuk siaran di luar studio. Kendaraan ini memang dirancang untuk program luar studio, seperti ajang promosi produk tertentu dan bagi-bagi stiker radio bersangkutan. Warna juga jreng.

Berapa biaya membuat Ob van?

Radio Oz sebagai pelopor pengguna Ob van di Bandung memiliki Suzuki Futura 1991 dan Mercy MB 800 yang didesain ulang dengan biaya Rp 1 miliar.

Menurut Kuswaryat, penanggung jawab Ob van radio Oz, mobil itu jadi alat promosi sekaligus ajang temu langsung dengan pendengar setia mereka. "Terkadang pemasang iklan juga melihat kalau ada Ob van mereka mau beriklan," ujar Kuswaryat, yang agak kesal menyaksikan radio-radio lain meniru konsepnya.

"Ob van di Ardan lebih banyak digunakan untuk komersial, juga disesuaikan dengan kebutuhan radio yang berhubungan dengan hiburan," ujar Teguh Budhi Yulianto, head Cyber Obee dari radio Ardan 105,8 MHz.

Van pertama Ardan yang beroperasi sejak 1996 itu dijuluki Cyber Obee, modifikasi Isuzu TS 70, sedang Ob van terbaru mereka bernama Cyber Stage. Kedua mobil tersebut punya fungsi beda. Cyber Obee sebagai media siaran, sedang Cyber Stage terfokus pada acara-acara luar ruang. Biaya pembuatan van pertama, sekitar Rp 500 juta. Van kedua yang terdiri dari delapan hidrolik itu merogoh biaya hampir Rp 1 miliar.

Berbeda dengan stasiun radio lain yang ngetem di seputar Dago, Ardan memilih nongkrong di Gazibu, sebuah lapangan olah raga di Bandung.

"Buat saya bukan sebuah tantangan kalau membuat keramaian di tempat ramai. Tapi kalau membuat keramaian di tempat sepi kan lebih exiting dan ada tantangannya," ujar Teguh.

Ninetyniners (99.9 FM), sebuah radio baru yang membidik anak-anak muda Bandung membagi-bagikan stiker mereka dari Hyundai 1999. Radio ini terkenal dengan game malam Minggunya, Satelindo Weekend Surprise. Inilah acara terlaris 99,9 FM.

Menurut survei AC Nielsen, 90 persen pengguna telepon seluler di Bandung mengikuti permainan tersebut lewat fasilitas short message service (SMS) pada Minggu malam.

Anda pernah menyimak radio MQ 102,65 MHz? Radio ini milik Abdullah Gymnastiar, seorang ustaz Bandung yang rajin muncul di televisi, bersama sejumlah teman.

"Yang ideal dia bisa jadi on site station di mana pun berada, bisa jadi stasiun radio yang mobile," ujar Ali Wafa Afif, brand manager marketing MQ FM.

Biaya operasional Ob van MQ FM menghabiskan Rp 1,5 sampai Rp 2 juta tiap bulan, termasuk untuk bahan bakar.

Apakah Ob van memang efektif dalam menarik pendengar?

"Wita lebih sering mendengar lewat radio aja," kata Wita Andyani, pelajar SMA Angkasa.

"Aku sering liat Ob van tapi cuma nyamperin buat request lagu barengan ama temen-temenku," kata seorang pelajar SMPN I yang setia menyimak 99.9 FM.

Bandung kawasan padat radio. Radio yang bekerja di gelombang FM saja mencapai 64 stasiun, jumlah yang lebih besar ketimbang Surabaya, yang hanya punya 50-an dan Jakarta dengan 38 stasiun radio. Mau tak mau, persaingan radio swasta di Bandung lebih tinggi.

"Bagaimana kita bisa mempromosikan brand radio kita di kota Bandung? Tentu harus ada semacam billboard yang bergerak," kata Ali Wafa Afif.*

kembali keatas

by:Indri Cristianty