Akronim Siap Saji

Anonim (sementara)

Mon, 3 December 2001

MI siap saji. Tinggal tuangkan air panas di atasnya. Diamkan sejenak. Dan mi siap disantap. Perkembangan zaman menuntut segalanya berkembang cepat.

MI siap saji. Tinggal tuangkan air panas di atasnya. Diamkan sejenak. Dan mi siap disantap. Perkembangan zaman menuntut segalanya berkembang cepat. Tidak hanya pola makan serba cepat. Bahasa pun bisa dibikin cepat. Ya, dengan menyingkatnya.

Dengan menyingkat kata, penyampaian informasi memang jadi cepat. Tapi informasi malah bisa jadi lambat ditangkap ketika kata disingkat. Yang termasuk dalam bentuk singkatan ini akronim, yaitu singkatan yang diperlakukan sebagai kata.

Mohammad Sobary, kolumnis yang jadi pemimpin redaksi Antara, cemas akan hal itu. "Bahasa rusak karena pemakaian akronim, terutama dalam dunia militer. Sayangnya kebiasaan menyingkat kata itu terus bertumbuh tidak hanya di kalangan militer," katanya di sebuah seminar di Jakarta baru-baru ini.

Coba kembalikan ingatan pada 16 Agustus 1972. Saat itu pemakaian Ejaan Yang Disempurnakan disahkan pemerintah. Pemakaian ejaan ini juga seragam untuk negara tetangga, Brunei Darussalam, dan Malaysia. Ketiga negara membentuk lembaga resmi yang bernama Majelis Bahasa Brunei-Indonesia-Malaysia. Kerja sama dalam kebahasaan diadakan. Tapi masih terbatas pada pembakuan istilah-istilah bidang keilmuan. Menurut Dendy Sugono, kepala Pusat Bahasa, pembakuan istilah ini melibatkan ahli bahasa dan ahli bidang kelimuan dari ketiga negara. Dalam satu tahun mereka menggarap masing-masing bidang keilmuan minimal seribu istilah. Hasil akhirnya berbentuk glosarium yang memuat istilah-istilah itu menurut bidangnya.

Kerja sama ini bukan berarti menjadikan warga ketiga negara tak lagi mengalami masalah saat berkomunikasi dengan bahasa mereka. Bahasa koran bisa dijadikan gambarannya. Saat ini orang Indonesia sulit memahami bahasa koran Malaysia. Sebaliknya begitu pula bagi orang Malaysia. Terlebih berkenaan dengan kebiasaan menyingkat kata dalam penulisannya. Kata "balon" misalnya. Pengetahuan umum tentang balon adalah mainan anak-anak terbuat dari karet yang digembungkan. Tapi kata "balon" dalam persuratkabaran di Indonesia bisa bermakna lain. Balon bisa singkatan dari "bakal calon" (gubernur atau pejabat lain) atau bajing loncat (perampok yang lincah dan suka meloncat ke truk penuh muatan).

Menurut Dendy Sugono, lembaga yang dipimpinnya tidak menganjurkan pemakaian singkatan termasuk akronim. Alasannya, singkatan tak memiliki nilai dokumentasi tinggi, saat ini dikenal, beberapa tahun ke depan sudah terlupakan.

Kenyataan di lapangan berkata lain. Justru pemakaian bentuk singkatan terus bertambah. "Toh, yang penting akronim itu tidak menyebutkan kata yang telah ada," komentar Dendy Sugondo.

Ia mencontohkan akronim "valas" dan "bandara." Valas kependekan dari "valuta asing" dan bandara adalah "bandar udara." Kedua akronim itu belum ada padanannya dalam bahasa Indonesia.

Tapi bagaimana dengan kata "jelita" dan "kontras." Kata jelita bermakna cantik sekali. Kata kontras berarti berbeda tajam. Tapi kata "jelita" bisa bermakna lain bila dikaitkan dengan televisi Indosiar. Jelita merupakan kependekan dari "jendela informasi wanita" –sebuah mata acara televisi tentang seluk-beluk dunia perempuan. Kalau kontras, sering diasosiasikan dengan "Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan" –organisasi hak azasi manusia di Jakarta. "Itu tidak memperkaya bahasa tapi membingungkan masyarakat," kata Dendy.

Selain singkatan, juga banyak frasa semisal "tinggal landas" atau "mengentaskan kemiskinan." Tinggal landas berarti tinggal di landasan. Seharusnya "lepas landas."

Frasa "mengentaskan kemiskinan" bermakna kemiskinan yang dientaskan. Seharusnya mengentaskan rakyat dari kemiskinan. Pantas bila bangsa Indonesia tetap tinggal di landasan sementara bangsa lain lepas landas. Dan maklum bila rakyat Indonesia masih banyak yang hidup melarat lantaran selama ini salah entas, bukan rakyat melainkan kemiskinan yang dientaskan. Selama ini bangsa Indonesia tidak maju-maju lantaran selalu "mengejar ketinggalan" bukan "mengejar kemajuan."*

kembali keatas

by:Anonim (sementara)