Menimbang Jurnalisme Gamma

M. Said Budairy

Sun, 1 April 2001

AMIEN Rais melayangkan peringatan hukum (somasi) kepada majalah mingguan Gamma atas berita Gamma edisi 21-27 Februari 2001

AMIEN Rais melayangkan peringatan hukum (somasi) kepada majalah mingguan Gamma atas berita Gamma edisi 21-27 Februari 2001, yang dianggap menyudutkan posisinya. Amien Rais menunjuk tujuh orang pengacara sebagai kuasa hukumnya. Mereka menyerahkan somasi dan diterima pemimpin redaksi Gamma Kemala Atmojo.

Dalam somasi, pemberitaan Gamma dikualifikasikan sebagai tindak pidana kejahatan, berupa penghinaan dengan menyerang nama baik, menista dengan tulisan yang dipublikasikan kepada umum, dan melakukan perbuatan tak menyenangkan. Pemberitaan itu dinilai merugikan nama baik Amien Rais karena berdasarkan opini yang tak benar, mengutip pendapat orang lain yang tak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya serta tidak melakukan cek dan recek kepada Amien Rais.

Kenapa majalah itu ditimpa tudingan demikian berat dari Amien Rais yang dikenal sebagai salah seorang tokoh reformasi? Sementara Gamma menyatakan dirinya majalah yang lahir dari gelora reformasi?

Uraian "Gamma: tentang Gamma" pada situs web Gamma, menjelaskan kebebasan dan keberanian saja tak cukup untuk menghasilkan karya jurnalistik yang baik. Hanya media yang bersih, terbuka, dan mendalam mampu tampil terpercaya dan berwibawa. Sikap mandiri atau bebas dari kepentingan kelompok tertentu dinilainya sangat penting. Majalah itu dikelola tenaga-tenaga muda profesional yang bebas dari segala kepentingan yang menyesatkan. Gamma bekerja keras untuk meraih kebenaran.

Menimbang-nimbang jurnalisme yang diterapkan Gamma, saya dapati tiga karya jurnalistik yang saling berkaitan. Tokoh yang diperhadapkan dalam tiga tulisan itu tiga orang juga. Amien Rais, ketua Partai Amanat Nasional (PAN) merangkap ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat. Umar Wahid, ketua tim dokter kepresidenan dan adik kandung Gus Dur, presiden Indonesia. Dan Zarima Mirasfur, wanita muda cantik, yang sering dijuluki "ratu ekstasi," yang sedang menjalani hukuman penjara, hamil dan melahirkan di penjara.

Perlu diingat lebih dulu, majalah berita bukanlah majalah fiksi, bukan majalah yang menyajikan cerita rekaan. Yang disajikan harus fakta. Benar sebagai fakta dan benar dalam konteks. Harus akurat, teliti, cermat, seksama.

Pemimpin media nonfiksi memegang prinsip, jika suatu berita diragukan akurasinya, lebih baik tak menyiarkannya. Atau berusaha mengatasi ketidakakuratan itu dengan menyebutkan sumber beritanya yang jelas, sekaligus menginformasikan keterbatasan, atau kemungkinan distorsi yang bisa terjadi oleh sumber berita dimaksud.

Media nonfiksi menyajikan berita yang bebas dari motif tersembunyi. Contohnya, berita yang dilatarbelakangi dorongan kepentingan pemasang iklan. Atau dilatarbelakangi kepentingan politik tertentu. Batasan itu tak berlaku jika motif tersebut dibeberkan dengan jelas.

Yang disajikan Gamma sehingga disomasi adalah berita yang isinya membangun opini ke arah adanya hubungan gelap antara Amien Rais dan Zarima dengan hasil orok bernama Nikita Chairunnisa.

Kulit muka Gamma berjudul “Zarima, Gus Dur & Amin Rais.” Sedang laporan utama cukup mencolok "Tubuh Zarima dan Teror Politik". Leadnya berbunyi: "’Ratu Ekstasi’ Zarima mengaku diiming-imingi duit oleh Umar Wahid , adik Gus Dur, sebesar Rp. 5 milyar asal mau mengakui bahwa ayah bayinya adalah Amien Rais . Sebuah mozaik pertarungan Amien dengan Gus Dur ?"

Isi beritanya mengungkapkan, di tengah kesibukan sidang umum MPR Oktober l999 Zarima punya cerita khusus dengan Amien Rais. Zarima berada di kamar 260 Hotel Mulia, Jakarta. Rais menginap di kamar dan lantai lain di hotel yang sama. Zarima kemudian mengontak Rais melalui telepon dari kamarnya. Beberapa saat berlalu, Rais datang menemui Zarima di kamar 260 itu. Mereka tidak berdua, tapi ada Yeye, teman laki-laki Zarima. Dalam pertemuan itu Zarima membicarakan sekitar perkara yang dihadapinya. Sumber cerita tersebut, menurut Gamma, Zarima.

Gamma mengutip ucapan Moestofa Juang Harahap, penasehat hukum Zarima dan mantan kepala kejaksaan tinggi Sumatera Utara tentang Nikita Chairunnisa, "Anak itu kelihatannya bukan keturunan Tionghoa." Padahal, menurut Gamma, Zarima mengaku bayinya itu hasil hubungannya dengan Ahyan alias Yeye, yang dikenal sebagai orang Indonesia keturunan Tionghoa. Kata Harahap lagi, "Jadi untuk mengetahui siapa ayah Nikita, pemeriksaan DNA tampaknya perlu dilakukan." Bila Zarima, misalnya, menggugat ke meja hijau.

Pada berita kedua berjudul "Pesona dari Balik Jeruji," dimunculkan tanya jawab dengan Zarima.

"Ada rumor Anda melakukan pertemuan dengan Amien Rais di Hotel Mulia. Menurut Anda?"

Zarima menjawab, "Ya tapi saya menginap di Hotel Mulia tidak sendiri, bersama dengan Yeye. Ketika itu bersamaan dengan sidang umum MPR. Pada mulanya saya bertemu di pintu lift. Kemudian saya lanjutkan pembicaraan menggunakan telepon. Saya menelepon Pak Amien dari kamar hotel. Saya cuma mau minta pertolongan, karena takut diteror oleh polisi Bandung. Pak Amien lalu bilang saya diminta menghubungi sekretaris beliau."

AGAKNYA, banyak pihak meragukan kebenaran bagian-bagian berita Gamma. Mungkin juga gemas memperhatikan jurnalisme yang digunakannya.

AM Fatwa, salah seorang wakil ketua PAN, serta merta mendatangi Zarima di penjara. Rekaman hasil wawancaranya diperdengarkan dihadapan pers. "Dengan nama Allah saya bersaksi, saya bersumpah dengan nama Allah, bahwa isu yang beredar, bahwa saya ada hubungan dengan Amien Rais dan anak yang saya kandung adalah anaknya Amien Rais, itu tidak benar." Fatwa berpendapat ada usaha melakukan character assassination terhadap Amien Rais.

Media lain yang memburu Zarima mencari konfirmasi adalah tabloid hiburan Cek & RIcek (C&R). Ternyata, hasil wawancara Gamma dengan Zarima tersebut dibantah. Kepada C&R, Zarima menyatakan, "Saya kira ini musibah. Saya kaget. Tidak menyangka kalau diri saya dikait-kaitkan dengan Pak Amien Rais. Sebab pada dasarnya saya tidak pernah mengadakan wawancara dengan majalah Gamma, kecuali sebatas cerita mengenai rekaman lagu saya saja."

Didesak dengan pertanyaan bahwa dalam pemberitaan Gamma Zarima sendiri yang langsung menyampaikan keterangan, dia menegaskan tidak merasa diwawancarai. Kata Zarima. Sepertinya mereka sendiri bertanya, mereka sendiri menjawab. Meyakinkan bahwa ia punya saksi, Zarima bilang setiap kali dia diwawancarai, selalu didampingi pihak petugas Lembaga Pemasyarakatan.

Ditanya lagi apakah punya hubungan istimewa dengan Amien Rais, Zarima menjawab, "Masya Allah. Kenal juga tidak. Yang saya tahu, Pak Amien adalah bapak reformasi. Wajahnya saya kenali melalui koran dan televisi. Pernah turun langsung ke jalan ketika mahasiswa berdemonstrasi."

Zarima juga membantah cerita Gamma mengenai adanya pertemuan dirinya dengan Amien Rais di Hotel Mulia, termasuk cerita menghubungi lewat telepon dan Rais mendatanginya di kamar 260. Padahal kamar nomor itu tidak ada di hotel tersebut.

Pada bagian lain dari berita di bawah judul "Tubuh Zarima dan Teror Politik," Gamma memberitakan, "Pada suatu hari di bulan Agustus 2000, Zarima mengaku telah didatangi dr. Umar Wahid, yang tak lain adik Abdurrahman Wahid, sang presiden RI, di LP Tangerang. Dalam ingatan Zarima, waktunya kira-kira dua pekan sebelum kasus Aryanti boru Sitepu yang dihebohkan punya cerita menggemparkan dengan Gus Dur muncul ke permukaan. Jadi sepuluh bulan setelah Zarima bertemu Amien Rais di Hotel Mulia itu."

Diceritakan oleh Gamma, mengutip Zarima, ketika itu Umar Wahid datang menawarkan uang Rp 5 milyar dengan syarat harus mengakui bayi yang dilahirkannya adalah anak Amien Rais. Selain diiming-imingi uang, ia juga ditawari kabur ke Amerika.

Masih mengutip Zarima, kata Gamma, Umar Wahid saat itu datang bersama dengan salah seorang anggota tim pengacaranya yang bernama Petrus Bala Pattyona. Pattyona mengenalkan Zarima kepada Wahid. Kemudian tawaran duit dan kabur ke Amerika itu pun disampaikan oleh Umar Wahid.

Gamma memperlengkapi laporannya dengan mewawancarai Umar Wahid. Di tempatkan dalam berita ketiga berjudul "Tak Pernah Bertemu Zarima," diajukan pertanyaan-pertanyaan kepada Wahid: Betulkah Anda pernah menjumpai Zarima di lembaga pemasyarakatan Tangerang untuk meminta dia mengaku kalau anaknya itu adalah anaknya Amien Rais? Banyak sumber yang sudah kami tanyakan dan mereka melihat sendiri Anda datang menemui Zarima. Kami juga mendapat informasi langsung dari Zarima.

Semuanya dibantah oleh Umar Wahid. Dia tahu Zarima hanya dari koran dan televisi. Tidak kenal dan tidak pernah bertemu Zarima di mana pun. Tentang menawarkan uang Rp 5 milyar dan kabur ke Amerika juga dibantahnya. Wahid menyatakan siap berhadapan dengan orang-orang yang kata Gamma melihat sendiri Wahid menemui Zarima. Dan kalau sudah dipertemukan, Wahid mengancam akan menuntut mereka jika ternyata tidak mampu membuktikan.

Konon Zarima memang pernah didatangi seseorang yang mengaku orangnya Gus Dur. Orang itu mau memberi sejumlah uang jika anak yang baru dia lahirkan itu dinyatakan anak Rais. "Tapi saya tolak karena bertentangan dengan hati nurani saya," begitu dia ceritakan kepada tabloid C&R

Tentang disebut-sebutnya nama Umar Wahid, Zarima bilang, "Saya juga tidak tahu kenapa nama itu keluar." Didesak pertanyaan, lalu siapa yang mendatanginya itu? Zarima menjawab, "Tidak kenal sama sekali. Ia mengaku orangnya RI satu. Saya belum pernah bertemu sebelumnya. Tapi jika bertemu lagi, saya masih ingat wajahnya."

Mengomentari berita Gamma itu, Amien Rais bilang, "Ada pesekongkolan jahat untuk melakukan character assassination terhadap saya."

JIKA yang ditulis C&R benar, begitu juga rekaman AM Fatwa, apa yang dilakukan Gamma sepertinya tak sesuai dengan tekadnya sendiri. Tekad untuk bebas dari segala kepentingan yang menyesatkan. Tekad untuk bekerja keras meraih kebenaran, agar selalu menjadi pancaran hati nurani masyarakat. Patut dipertanyakan, sebagai majalah berita nonfiksi, bahwa yang disajikan harus berita, bukan rekaan, apakah sudah dipenuhi?

Pernyataan Amien Rais dirinya menjadi sasaran character assassination, perlu menjadi perhatian pengelola media. Character assassination atau pembunuhan karakter seseorang merupakan bentuk serangan yang bertujuan untuk mematikan citra sesungguhnya dari orang tersebut, diganti dengan citra lain yang sangat buruk. Tujuannya agar masarakat tidak lagi respek dan tidak mau mempercayainya.

Dalam konteks pemberitaan Gamma, menurut saya selain Amien Rais, korban lainnya juga Umar Wahid. Citra sosok dokter itu diubah jadi pemegang dana milyaran dan penyuap guna memperoleh pengakuan palsu. Merembet juga ke Abdurrahman Wahid, yang dibela sang adik dengan menyatakan kakaknya tak akan menggunakan isu murahan untuk menjatuhkan lawan politiknya.

Ada pendapat, belakangan ini media makin menjadi ajang pertarungan politik. Tak jarang pertarungan itu tidak lagi mengindahkan batas-batas moralitas politik yang seharusnya jadi rambu-rambu. Padahal, dalam kondisi lembaga-lembaga ekskutif, legislatif dan yudikatif semuanya bermasalah seperti sekarang, pers sebagai pilar ke empat demokrasi seharusnya bisa berperan positif.*

kembali keatas

by:M. Said Budairy