Menantang M-Web

Helena E. Rea

Sun, 1 April 2001

LUSI Ardi Mahanto, seorang mahasiswa teknik elektro Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, punya rencana bersama kawan-kawan kuliahnya

LUSI Ardi Mahanto, seorang mahasiswa teknik elektro Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, punya rencana bersama kawan-kawan kuliahnya, “Kami hendak mendirikan perusahaan webdesign, webhosting.”

Saat itu awal 1999 dan bisnis warung internet mulai berkembang di kota pelajar Yogyakarta. Orang ramai-ramai mendirikan warung internet walau cuma bermodal lima terminal saja.

Mahanto dan kawan-kawan pun banting stir. “Melihat ada peluang maka kami pun mendirikan de Java,” Stephanus Edi Pambudi, rekan Mahanto, menambahkan.

De Java adalah jaringan warung internet, yang didirikan November 1999, dan kini termasuk salah satu pemain utama warung internet di Yogyakarta dengan lima warung cabang. Mahasiswa menggemarinya karena harganya bersaing dan kecepatan bisa diandalkan.

Selain de Java, masih banyak warung internet lain. Lihat saja di jalan Gejayan, jalan Solo, atau jalan Kaliurang, tiap sekitar 50 meter setidaknya ada satu warung internet. Terkadang malah lebih.

Ternyata yang melihat peluang ini bukan hanya anak muda macam Mahanto. M-Web, raksasa internet dari Afrika Selatan, yang beroperasi setidaknya di 50 negara serta terdaftar di bursa saham Johannesburg, Amsterdam dan New York, kini jadi salah satu lawan kuat yang harus dihadapi de Java dan lainnya.

M-Web berniat memimpin bisnis internet. Bukan hanya di New York atau Jakarta, kalau perlu hingga Yogyakarta, dari portal hingga warung internet di tempat-tempat umum.

Di Jakarta M-Web membeli Astaga!com, Satunet.com, dan Kafegaul.com. “Semula kami berpikir, Satunet bisa bertahan hanya dengan menjual iklan saja. Ternyata tidak mungkin. Dalam keadaan sulit ketika dolar jatuh lagi, M-Web menawarkan diri, ya diterima,” ujar Charles P. Manurung, pemimpin redaksi Satunet.com.

Menurut keterangan situs www.mweb.co.id M-Web Indonesia didirikan pada Juni 2000, dengan bisnis utama portal dan internet service provider (ISP). Langkah awal kehadiranan mereka ditandai dengan akuisisi perusahaan ISP Cabinet dan Satunet.com.

Bulan Februari ini M-Web menambah tabungan portal besar Indonesia. Ia mengakuisisi portal idku plus seluruh jaringan waralaba warung internet idku di Indonesia.

Tapi warung internet idku yang ada di Yogyakarta, ibarat bisnis waralaba lain, boleh memilih, tetap dalam jaringan atau menolak bergabung dengan M-Web. Mereka memilih keluar dari jaringan dan ganti nama jadi intersat.

“Kami melihat profit di Yogya lebih prospektif,” kata Edi Susatyo dari warung internet Intersat yang memiliki 120 terminal. Tapi penolakan ini mungkin terlalu tak berarti buat raksasa macam M-Web.

Tak tanggung-tanggung, Universitas Gadjah Mada, universitas tertua di Indonesia, dengan mahasiswa 35 ribu diajaknya kerja sama. M-Web menyewa lantai dasar perpustakaan Gadjah Mada dan memasang 164 terminal komputer dalam tahap awal.

“Saya kira wajar kalau M-Web tertarik membuka warnet di Yogya karena Yogya untuk bisnis warnet bisa dibilang nomor satu di Indonesia,” ujar Youda Cozy, ketua Asosiasi Warnet Indonesia (Awari) Yogyakarta.

Warung de Java melihat tak ada yang perlu dikhawatirkan dengan kedatangan M-Web. “Kami sudah mengamati M-Web bahkan sebelum M-Web menandatangani kerja sama dengan UGM. Kami tidak kaget,” kata Pambudi.

Pambudi dan rekan-rekannya bahkan sudah memikirkan strategi menghadapi ekspansi M-Web. “Kami berpikir dengan menggunakan cara desentralisasi, kami tetap bisa eksis dan siap menghadapi persaingan bisnis internet,” tambah Pambudi.

Tapi tak semua manajer warung internet punya nyali macam Edi Susatyo atau Pambudi. Kerja sama M-Web dan Gadjah Mada sedikit banyak memunculkan kekhawatiran bagi warung internet kecil yang bertebaran di sekitar kampus UGM.

“Kami sudah berusaha memberi tahu ke warung-warung internet kecil bahwa M-Web itu akan masuk dengan permodalan yang sangat besar, fasilitas yang sangat bagus,” ujar Youda.

Di Jakarta kehadiran M-Web ditanggapi santai oleh detikcom, salah satu portal besar Indonesia. “Kami tetap konsisten dengan breaking news online sebagai andalan,” ujar Budiono Darsono, pemimpin redaksi dan pendiri detikcom.

Dan lagi, kenyataannya, kata Budiono, masuknya M-Web tak mengubah peta bisnis portal Indonesia sebab ketiga situs yang diambil M-Web bukan situs baru. Hanya pindah tangan saja.

“Tidak perlu ada investasi khusus untuk mengimbangi M-Web. Apalagi kami terbiasa tak punya uang dalam jumlah besar,” Budiono berkelakar.

“Bagi kami kuncinya bukan uang. Kepercayaan publik jadi kunci penting. Kepercayaan publik adalah roh dalam bisnis media,” ujar Budiono.

Lain lagi dengan Intersat. Mereka memilih untuk bergerilya, masuk ke celah-celah di mana M-Web tak melihatnya. Misalnya dengan membuat membership, bekerja sama dengan sekolah-sekolah, atau organisasi-organisasi membuat pelatihan cara menggunakan internet.

“Kami sudah bermain lebih dahulu di sini. Sudah mengerti medannya,” ujar Susatyo.

“Kalau M-Web memilih pasar di kampus-kampus, maka kami akan mencari tempat lain yang tidak tergarap oleh M-Web. Kami memang harus fight dengan M-Web.”katanya menegaskan.

M-Web menimbulkan banyak penilaian dan agresif dalam membuka bisnis internet di Indonesia, toh M-Web dinilai dengan adil. Mahanto melihat masuknya M-Web akan menimbulkan demokratisasi teknologi di Indonesia.

Pada dasarnya warung kecil punya kelebihan dengan pasar tersebar. “Meski jumlahnya banyak tapi hanya di satu tempat. Tentu akan lebih menguntungkan dengan jumlah yang kecil tapi tersebar,” Mahanto menambahkan.*

kembali keatas

by:Helena E. Rea